Legenda Rokok Kretek Sampoerna, Kini Produksi Rokok Elektrik

Imam Taufik Suryane/houseofsampoerna.museum
House of Sampoerna, museum tembakau dan kantor produsen rokok HM Sampoerna di Surabaya, Jawa Timur.
Penulis: Amelia Yesidora
Editor: Sorta Tobing
13/1/2023, 16.37 WIB

Philip Morris International berinvestasi US$ 9 miliar atau Rp 137 triliun untuk pengembangkan produk tembakau bebas asap alias rokok elektrik. Perusahaan merupakan induk PT Hanjaya Mandala Sampoerna, yang memproduksi rokok elektrik dengan nama I Quit Original Smoking alias IQOS. 

Jauh sebelum dikenal dengan produk tersebut, Sampoerna dikenal sebagai produsen rokok kretek. Berbasis di Surabaya, perusahaan membuat dan memasarkan rokok kretek merek Dji Sam Soe sejak 1913.

Inilah salah satu rokok kretek yang masih beredar di pasaran. Usianya telah lebih dari seabad. 

Siti Aisyah, buruh linting Sampoerna (Istimewa)

Awal Bisnis Sampoerna

Perjalanan Dji Sam Soe dimulai dari seorang imigran asal Tiongkok, Liem Seeng Tee. Ia baru berusia tujuh tahun saat berlayar dari Fujian, Cina ke Surabaya bersama ayahnya pada 1990.

Malangnya, baru enam bulan sampai di Surabaya, ayahnya sakit keras dan meninggal dunia. Ia pun menjadi yatim piatu dan hidup bersama sederhana bersama keluarganya di Bojonegoro.

Liem Seeng Tee lalu mulai berdagang. Saat berusia 11 tahun, ia meninggalkan keluarga dan mencari peruntungan di luar kota itu. 

Liem menyambung hidup dari berdagang di kereta api jurusan Jakarta–Surabaya. Dengan jerih payahnya mengelilingi tiap gerbong kereta, ia bisa membeli sepeda bekas untuk berjualan.

Pada 1912, Liem Seeng Tee menikahi Siem Tjiang Nio dan menyewa warung kecil di Jalan Tjantian, Surabaya. Keadaan ekonominya kian membaik. Ia berhasil membeli gedung bekas Jongens Weezen Inrichting, yayasan panti asuhan milik kolonial Belanda.

Dengan lahan seluas 1,5 hektare tersebut, ia mulai memproduksi rokok kretek Sampoerna pertama dan melegenda, Dji Sam Soe.  Usaha rokok kretek ini dimulai pada 1913 dengan nama Handel Maastchapij Liem Seeng Tee dan berganti menjadi NV Handel Maastchapij Sampoerna alias HM Sampoerna.

Berakhirnya Perang Dunia II lalu mengubah nama perusahaan dengan bahasa Indonesia, yaitu PT Hanjaya Mandala Sampoerna. Inilah nama perusahaan yang digunakan hingga sekarang.  

 

Ketika Rokok Lebih Stabil dari Mata Uang

Garda Maeswara dalam buku Cikeas Menjawab menulis, bisnis Sampoerna justru baru dimulai tiga tahun pasca berdiri. Pada 1916, Liem Seeng Tee membeli berbagai jenis tembakau dari seorang pedagang.

Liem bersikeras menjadikan perusahaannya sebagai kerajaan tembakau. “Ia memilih nama Sampoerna untuk menggambarkan keinginannya menghasilkan produk tembakau terbaik dan meraih predikat raja rokok kretek,” tulis Garda dalam buku terbitan Narasi itu. 

Dengan berbagai strategi tersebut, usaha Liem Seeng Tee makin moncer. Pada 1940, ia bisa memproduksi tiga juta batang rokok per minggu.

Bahkan dalam buku 4-G Marketing: A 90-year Journey of Creating Everlasting Brands, Dji Sam Soe pernah dijadikan mata uang pedagang masa itu. “Karena nilainya lebih stabil ketimbang mata uang resmi,” kutip buku yang ditulis Hermawan Kartajaya, Yuswohady, dan Sumardy. 

Filosofi Cina memang berakar kuat dalam pemilihan nama perusahaan dan produk. Melansir buku Mereka Mau Hidup Seribu Tahun Lagi karya M. Taufiqurohman, Dji Sam Soe berasal dari bahasa Hokkian yang berarti dua, tiga, dan empat. Bila dijumlahkan, hasilnya sembilan.

Begitupun nama Sampoerna, memiliki dua makna. Pertama, ejaan dari kata “sempurna” dan kedua, kata Sampoerna terdiri dari sembilan huruf. “Orang Cina percaya sembilan merupakan angka keberuntungan,” kata Elvira Lianita, Manajer External Communication PT HM Sampoerna dilansir dari buku tersebut. 

Siti Aisyah, buruh linting Sampoerna (Istimewa)

Bisnis Keluarga Tiga Generasi

Liem Seeng Tee meninggal pada 1956, sehingga tonggak Sampoerna beralih ke anaknya, Liem Swee Ling yang dikenal dengan nama Aga Sampoerna.

Aga fokus memproduksi sigaret kretek tangan alias SKT dengan nama Sampoerna Hijau. Kini, produk tersebut dikenal dengan nama Sampoerna Kretek.

Ia kemudian menunjuk anaknya, Putra Sampoerna, ke jajaran manajemen pada 1970-an. Setelah 13 tahun, Putra pun menjabat sebagai CEO Sampoerna menggantikan ayahnya.

Ada dua terobosan yang dilakukan Putra Sampoerna. Pertama, ia menghilangkan sistem agen dari rantai distribusi. Ia membangun fasilitas produksi seluas 153 hektare di Sukorejo, Jawa Timur dan membeli tembakau langsung dari petani. 

Kemudian, ia mengantarkan Sampoerna ke lantai Bursa Efek Indonesia pada 1990 dengan kode saham HMSP. 

PMI Akuisisi HM Sampoerna

Setelah enam tahun melantai di bursa, produsen rokok terbesaar di dunia Phillip Morris International (PMI) melirik peluang bisnis dengan Sampoerna. Tepat pada Maret 2005, PMI mengakuisisi 97% saham Sampoerna, menjadikannya sebagai pemegang saham mayoritas HMSP.

Setelah mengakuisisi saham keluarga Sampoerna, PMI membeli lagi 57% saham yang ditawarkan melalui tender offer. Kala itu, Badan Pengawas Pasar Modal mewajibkan mekanisme tersebut bila lebih dari 20% saham dibeli dengan harga tertentu. Tujuannya agar melindungi kepentingan pemegang saham minoritas, yang mau menjual sahamnya pada PMI.

Dengan aksi korporasi tersebut, PMI mengucurkan dana hingga Rp 48,5 triliun. “Ini akuisisi terbesar yang pernah dilakukan Philip Morris, meski kami juga pernah melakukannya di negara lain,” tutur Martin King, Presiden Direktur Sampoerna pada Tempo pada 2005. 

Hingga 2021, Sampoerna berhasil menguasai 28% pangsa pasar rokok di Indonesia. Dengan angka tersebut, penjualan bersih pada 2021 mencapai Rp 98,9 triliun dan laba sebesar Rp 7,1 triliun. 

Reporter: Amelia Yesidora