Sejarah Hubungan Indonesia - Australia, dari Lawan Jadi Kawan

Antara
Presiden Joko Widodo saat bertemu Perdana Menteri Australia Anthony Albanese di Sydney, Australia, Selasa (4/7). Foto: Antara.
7/7/2023, 11.21 WIB

Kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) ke Australia pada Selasa (4/7) menghasilkan penandatanganan perjanjian terkait mineral kritis dan transisi energi. Kedua negara  telah membangun kerja sama sejak membangun hubungan diplomatik pada 1949.

Dalam kesempatan yang sama, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan pemerintah negara bagian Australia Barat juga menandatangani sebuah “rencana aksi” terkait rantai pasokan dan keterampilan tenaga kerja mineral kritis.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengumumkan sebuah inisiatif hingga AU$ 50 juta atau sekitar Rp 502,07 miliar. Dana ini untuk menarik pendanaan iklim swasta ke Indonesia.

Badan pendanaan ekspor Export Finance Australia juga akan memberikan pendanaan US$ 200 juta atau sekitar Rp 3,01 triliun ke Perusahaan Listrik Negara alias PLN untuk mendukung transisi energi Indonesia.

“Indonesia dan Australia harus membangun kerja sama ekonomi yang lebih substansial dan strategis lewat produksi baterai EV bersama,” kata Presiden Jokowi di Sydney, Australia.

Presiden Joko Widodo tiba di Bandara Kingsford Smith di Sydney, Australia, Senin (3/7). Foto: Antara. (Antara)

Dari Lawan jadi Kawan

Sebelum kedua negara membangun hubungan diplomatik, hubungan Indonesia dan Australia sempat diwarnai ketegangan. Setelah Jepang menyerah dalam Perang Dunia II pada 1945, Australia sempat berpartisipasi dalam pendudukan sebagian wilayah Indonesia oleh Belanda.

Sebagai bagian dari Blok Sekutu, Australia dan Inggris memiliki kewajiban untuk membantu Belanda merebut kembali wilayah pendudukannya.

Australia mengakui kemerdekaan Indonesia pada Desember 1949, ketika Belanda secara formal merelakan klaimnya terhadap Indonesia lewat Konferensi Meja Bundar (KMB). Sebelum pengakuan ini, Australia juga berperan untuk mengangkat isu dekolonisasi Indonesia ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) pada 1947.

Setelah Australia menunjuk duta besar di Indonesia, hubungan antara kedua negara menjadi semakin dekat dari segi ekonomi. Pada 1959, misalnya, keduanya menandatangani perjanjian perdagangan yang memberikan status masing-masing sebagai “most favored nation.”

Pada 2020, hubungan perdagangan dan investasi Indonesia dan Australia memasuki babak baru. Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Australia (IA-CEPA) mulai berlaku. Perjanjian ini, antara lain, menghapus bea masuk untuk hampir semua produk yang diperdagangkan kedua negara.

IA-CEPA berlaku pada saat Indonesia dan Australia merayakan 70 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara. Untuk memperingati kedekatan kedua negara, Presiden Jokowi mengunjungi Australia, termasuk parlemennya di Canberra.

“Melalui persahabatan yang tulus maka hubungan Indonesia dan Australia, bukan saja bermanfaat bagi kesejahteraan kedua negara, namun juga bagi kawasan di sekitar kita dan bagi dunia secara keseluruhan,” kata Presiden Jokowi saat berpidato di parlemen Australia 10 Februari 2022.

Ketegangan di Sela-Sela Kedekatan

Meskipun kedua Indonesia dan Australia memiliki hubungan yang erat, ketegangan sempat terjadi di antara kedua negara. Selama konfrontasi Indonesia-Malaysia antara 1964 hingga 1966, misalnya, Australia terlibat untuk mendukung Malaysia. Pasukan Australia di Sarawak, Malaysia, berjaga di perbatasan dengan Indonesia.

Hubungan kedua negara juga mencapai titik yang rendah pada 1999 usai referendum yang bermuara ke kemerdekaan Timor Timur. Australia membentuk dan memimpin Pasukan Internasional untuk Timor Timur (Interfet) yang terjun ke negara baru tersebut meskipun mendapat perlawanan dari Indonesia.

Pada 2013, ketegangan kembali terjadi setelah eks mata-mata Amerika Serikat (AS) Edward Snowden membocorkan penyadapan Australia di Indonesia. Australia menyadap pada 2009 sejumlah pejabat Indonesia, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wakil Presiden Boediono, eks Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman