Menilik Sejarah Museum Nasional, Berdiri Sejak Era Kolonial

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Ilustrasi, pengunjung mengamati arca-arca kuno yang menjadi koleksi di Museum Nasional, Jakarta, Selasa (4/7/2023). Destinasi wisata yang juga berjuluk Museum Gajah dan berdiri sejak 24 April 1778 tersebut menjadi tujuan favorit wisatawan selama musim libur sekolah karena memiliki 160.000 koleksi tentang Indonesia dari zaman prasejarah, arkeologi, numismatik, heraldik, serta koleksi geografi.
Penulis: Agung Jatmiko
17/9/2023, 10.03 WIB

Kebakaran besar terjadi di Museum Nasional yang berlokasi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Sabtu (16/9) pukul 20.08 WIB. Penyebab kebakaran disebabkan adanya korsleting arus listrik yang terjadi di bedeng proyek renovasi museum tersebut.

Pemadaman kebakaran Museum Nasional membutuhkan waktu dua jam oleh 52 petugas yang dikerahkan oleh Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Sudin Gulkarmat) Jakarta Pusat mengerahkan 52 petugas. Setelah kebakaran berhasil dipadamkan, pengelola Museum Nasional segera melakukan investigasi, serta pendataan koleksi.

Museum Nasional merupakan salah satu lembaga yang memiliki sejarah panjang di Indonesia, di mana keberadaannya telah ada sejak era pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Ilustrasi, koleksi Museum Nasional (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras.)

Berdiri Sejak 1778

Mengutip keterangan dalam laman resmi Museum Nasional, keberadaan museum ini diawali dengan himpunan yang dinamakan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, oleh pemerintah Hindia Belanda di Batavia, pada 24 April 1778. Lembaga ini mempunyai semboyan Ten Nutte van het Algemeen yang berarti "Untuk Kepentingan Masyarakat Umum".

Pendirian museum ini tak lepas dari pengaruh revolusi intelektual yang terjadi di Eropa atau "The Age of Enlightenment", yakni suatu periode di mana negara-negara di "Benua Biru" tersebut mulai mengembangkan pemikiran-pemikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan. Di Belanda sendiri, hal ini ditunjukkan dengan berdirinya De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen, atau perkumpulan ilmiah.

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, merupakan lembaga independen, yang didirikan untuk memajukan penetitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, serta menerbitkan hasil penelitian.

Salah seorang pendiri lembaga ini, yaitu Jacob Cornelis Matthieu Radermacher, menyumbangkan rumah miliknya di Jalan Kalibesar, sebagai lokasi museum. Tak hanya itu, ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku. Sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.

Selama masa pemerintahan pendudukan Inggris di Jawa, yakni pada 1811-1816, Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjadi Direktur perkumpulan ini.

Ia kemudian memerintahkan pembangunan gedung baru, karena bangunan yang berada di Jalan Kalibesar telah penuh dengan koleksi. Bangunan baru yang diinisiasi Raffles tersebut, adigunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society.

Gedung ini disebut sebagai "Societeit de Harmonie" dan berlokasi di Jalan Majapahit Nomor 3. Saat ini, bangunan tersebut merupakan bagian dari kompleks gedung sekretariat Negara, di dekat Istana kepresidenan.

Semakin bertambahnya koleksi, gedung Societeit de Harmonie juga semakin penuh. Sehingga, pada 1862, pemerintah Hindia Belanda memutuskan membangun gedung baru di Koningsplein West, yang kini bernama Jalan Medan Merdeka Barat.

Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau Sekolah Tinggi Hukum, yang kemudian menjadi Departemen Pertahanan dan Keamanan. Gedung museum ini, baru dibuka untuk umum pada 1868.

Gedung ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta dan kerap disebut sebagai Museum Gajah. Sebab, di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn dari Thailand yang pernah berkunjung pada 1871 silam.

Ilustrasi, koleksi Museum Nasional (ANTARA FOTO/Fauzan/hp.)

Museum Nasional juga kerap disebut "Gedung Arca", karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.

Pada 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar koninklijk, karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah. Sehingga, namanya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

Pada 26 Januari 1950, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu. Ini tercermin dari semboyan barunya yang berbunyi "memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya".

Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia, maka pada 17 September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat.

Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional. Kini, Museum Nasional bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.