Meski Bursa Anjlok, 5 Emiten Masih Catatkan Kenaikan Signifikan
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan, sejauh ini tercatat ada 296 emiten yang terkena peraturan baru auto rejection bawah, karena turun 7%. Beberapa di antaranya, merupakan perusahaan yang masuk kategori blue chip.
"Jumlah saham yang terkena auto rejection bawah (-7%) sebanyak 296 saham," kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo kepada media Jumat (13/3).
Namun, beberapa emiten masih mampu mencatatkan kenaikan harga saham yang cukup tinggi. Dua di antaranya adalah perusahaan yang baru saja melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO), yakni PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE) dan PT Makmur Berkah Amanda Tbk (AMAN). Saham CARE tercatat naik 34,9% menjadi Rp 139 per saham. Sementara, saham AMAN naik 34,5% menjadi Rp 148 per saham.
Selain CARE dan AMAN, tercatat ada tiga perusahaan yang mampu mencatatkan kenaikan harga saham yang cukup signifikan, yakni PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Greenwood Sejahtera Tbk (GWSA) dan PT Enseval Putra Megatrading Tbk (EPMT). Saham KPAL mengalami kenaikan 20,75% menjadi Rp 128, sementara saham GWSA naik 16,04% menjadi Rp 129 per saham dan saham EPMT naik 8,91% menjadi Rp 2.200 per saham.
Meski demikian, kenaikan harga saham beberapa emiten ini tidak mampu menopang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhirnya IHSG tergelincir. Pasalnya, sejumlah saham LQ45 tercatat mengalami penurunan d bawah 7%, yang mengakibatkan perdagangan saham-saham tersebut terkena auto rejection.
(Baca: Pasar Saham Dibekukan Sementara, Sejumlah Saham Blue Chip Anjlok)
Turunnya saham-saham LQ45, menjadi salah satu penyebab perdagangan di pasar saham dibekukan selama 30 menit sejak 09.15 WIB. Hal itu dilakukan karena indeks harga saham gabungan (IHSG) turun 5.01% di 4.650.
Auto rejection merupakan penolakan otomatis oleh sistem perdagangan efek terkait penawaran tertinggi atau terendah atas saham di pasar reguler dan pasar tunai. Sehingga, harga saham tidak naik atau turun secara signifikan sesuai ketentuan bursa.
Sistem ini diberlakukan jika ada penawaran atau pembelian saham yang harganya naik lebih dari 35% atau turun 7% dari harga acuan. Ini berlaku untuk fraksi harga saham antara Rp 50-Rp 200 per saham.
Untuk fraksi harga saham antara Rp 200-Rp 5.000 per saham, juga akan ditolak secara otomatis permintaan harganya, jika naik lebih dari 25% atau turun 7% dari harga acuan.
(Baca: Investor Obral Saham: IHSG Anjlok 5%, Perdagangan BEI Disetop 30 Menit)
Sementara, untuk fraksi harga saham lebih dari Rp 5.000 per saham, auto rejection akan berlaku jika sahamnya naik 20% atau turun sebesar 7% dari harga acuan. Hal berbeda jika mengacu pada auto rejection simetris, permintaan otomatis ditolak jika harga saham naik atau turun 20% untuk fraksi ini.
BEI juga mengeluarkan seluruh saham dari daftar yang diperdagangkan pada sesi pra-pembukaan. Dengan begitu, tidak ada saham LQ45 yang dapat diperdagangkan pada sesi pra-pembukaan mulai hari ini. Hal ini berdampak pada perhitungan batasan auto rejection.
Sebab, sebelumnya harga bisa terbentuk saat pra-pembukaan dan akan menjadi harga acuan untuk auto rejection, bukan harga pada penutupan perdagangan sebelumnya. Kecuali, jika pada pra-pembukaan tak ada harga yang terbentuk, harga yang digunakan baru bisa mengacu pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Mulai saat ini hingga seterusnya, praktik pra-pembukaan tak lagi berlaku untuk saham-saham LQ45, sehingga perhitungan auto rejection sepenuhnya menggunakan acuan harga penutupan hari sebelumnya.
(Baca: Terseret Kejatuhan Bursa Saham, Kurs Rupiah Anjlok ke 14.653 per US$)