Pertama Kali, BEI Tunda IPO Nara Hotel karena Diduga Gelembungkan Aset

Ilustrasi, pekerja berjalan di dekat monitor pergerakan bursa saham saat pembukaan perdagangan saham tahun 2020 di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2020). Bursa Efek Indonesia memutuskan menunda penawaran saham perdana calon emiten PT Nara Hotel Internasional karena dugaan kecurangan pencatatan jumlah aset.
7/2/2020, 12.36 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) mendapat laporan adanya penggelembungan (mark up) aset dari calon emiten PT Nara Hotel Internasional. BEI pun menunda penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) perusahaan tersebut hingga waktu yang belum ditentukan. 

Seharusnya, IPO Nara Hotel bakal digelar pada hari ini, Jumat (7/2). BEI pun masih berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK untuk menjadwal ulang penawaran saham perdana perusahaan tersebut. 

Penundaan IPO Nara Hotel dilatarbelakangi laporan adanya kecurangan dalam pencatatan aset Nara Hotel yang didapat BEI dari pemegang saham. Selain itu, para calon investor  mengeluhkan adanya ketidakadilan penjatahan saham dalam penawaran umum (pooling) IPO Nara Hotel.

"Sedang kami selidiki bersama OJK," kata Direktur Utama BEI Inarno Djajadi ketika ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (7/2).

Sejauh ini, BEI belum memutuskan sanksi terhadap perusahaan tersebut. Sebab, penundaan IPO baru pertama kali terjadi di pasar modal Indonesia. Penundaan IPO kali ini juga terbilang unik karena baru diputuskan sehari sebelum pencatatan saham berlangsung.

Berdasarkan catatan dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), perusahaan yang bergerak di industri perhotelan tersebut bakal melepas sebanyak 35% saham ke publik. Perusahaan menargetkan mengantongi dana segar senilai Rp 202 miliar melalui IPO.

(Baca: Bersiap IPO, Startup Tiket.com Galang Pendanaan Baru)

Hingga 30 Januari 2020, BEI mencatat ada 29 perusahaan dijadwalkan melantai di bursa saham melalui skema penawaran saham perdana. Dari jumlah tersebut terdapat 11 perusahaan besar dengan aset di atas Rp 250 miliar, 12 perusahaan menengah dengan aset Rp 50 miliar sampai Rp 250 miliar, dan enam perusahaan kecil dengan aset di bawah Rp 50 miliar.

Sedangkan bidang usaha perusahaan-perusahaan tersebut terdiri dari 11 perusahaan properti, real estate, dan konstruksi bangunan; sembilan perusahaan di sektor perdagangan. Kemudian, dari sektor finansial, infrastruktur, dan konsumer, masing-masing ada dua perusahaan. Sedangkan dari sektor aneka industri, industri dasar, dan agrikultur, masing-masing satu perusahaan.

Selain rencana IPO, BEI mencatat ada 12 perusahaan yang bakal mencari pendanaan melalui instrumen surat utang maupun sukuk dengan total nilai emisinya Rp 8,5 triliun. Adapun target BEI secara keseluruhan sebanyak 78 perusahaan mencari pendanaan melalui pasar modal tahun ini, baik melalui IPO ataupun pencatatan efek lainnya.

Untuk capaian 2019, BEI mencatat ada 76 perusahaan yang yang terdiri dari 55 perusahaan menggelar IPO dengan raihan dana segar sebesar Rp 14,77 triliun, sebanyak 14 perusahaan mencatatkan exchange traded fund (ETF) baru, dan dua efek beragun aset (EBA). 

Kemudian dua perusahaan menerbitkan obligasi, dua perusahaan menerbitkan dana investasi real estate berbentuk kontrak investasi kolektif (DIRE-KIK), dan satu perusahaan menerbitkan dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif (DINFRA).

(Baca: BEI: 29 Perusahaan Antre IPO, Mayoritas dari Sektor Properti)

Reporter: Ihya Ulum Aldin