Saham-saham berkapitalisasi pasar besar alias blue chip rontok pada penutupan perdagangan Jumat (31/1). Kabar yang beredar, hal ini disebabkan force sell karena hari ini merupakan penyelesaian transaksi (settlement) dari reksa dana yang dibubarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Seperti diketahui, pada November 2019 lalu OJK membubarkan enam produk reksa dana milik PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM), karena menawarkan imbal hasil pasti (fixed return) hingga 11% untuk periode investasi 6 - 12 bulan. Padahal, manajer investasi tidak boleh menjanjikan imbal hasil kepada investor reksa dana.
"(Bisa jadi) karena faktor force sell di pasar, karena ada reksa dana ada yang dibubarkan. Pemain buang barang," kata Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee kepada Katadata.co.id.
Rontoknya harga saham-saham blue chip membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini ditutup turun hingga 1,94% ke level 5.940,05. Adapun indeks LQ45 turun hingga 2,56%, indeks IDX30 turun 2,24%, dan indeks IDX80 turun 2,24%.
(Baca: Gara-gara Virus Corona, Dana Asing Lari Rp 1,85 T dan IHSG Rontok 1,9%)
Meski begitu, Kepala Riset Infovesta Utama, Wawan Hendrayana menilai bahwa penurunan saham-saham blue chip pada perdagangan hari ini, bukan disebabkan oleh settlement pembubaran reksa dana.
Dia menjelaskan, memang OJK memberikan waktu selama 60 hari bursa atau setara hampir 3 bulan lamanya sejak November 2019 bagi perusahaan untuk membubarkan produk-produk reksa dana tersebut. "Jual (saham) yang likuid-likuid sudah dari Desember 2019 saat sedang naik. Sisanya saham gocap atau saham kurang laku," kata Wawan.
Alasan lainnya yaitu karena hari ini investor asing melakukan aksi jual saham di seluruh pasar dengan nilai bersih mencapai Rp 1,85 triliun. Namun Wawan menjelaskan bahwa transaksi yang dilakukan oleh perusahaan manajemen aset tidak tercatat sebagai net foreign sell. "Itu kan lokal," katanya.
Beberapa saham blue chip menjadi sasaran jual investor asing di antaranya Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 558,44 miliar, kemudian Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Rp 264,12 miliar, Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 197,38 miliar, dan Astra International Tbk (ASII) Rp 134,75 miliar.
(Baca: BEI: 29 Perusahaan Antre IPO, Mayoritas dari Sektor Properti)
Menurutnya asing menjual saham BBCA karena ingin mengambil untung (profit taking), karena akumulasi beli saham BBCA ada di harga Rp 30.000 per saham. "Saham BBCA dilepas begitu besar, IHSG pasti turun. Kalau mereka (asing) jualan, wajar saja," katanya.
Berbeda, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai rontoknya saham-saham blue chip yang berdampak pada penurunan IHSG disebabkan oleh sentimen virus corona.
Saat ini virus corona sudah menyebar ke India yang merupakan negara padat penduduk dengan 1,34 miliar jiwa. "Sehingga ada potensi menghambat kegiatan ekonomi. Alasannya cuma itu," katanya.
Beberapa saham blue chip yang harganya jatuh seperti saham BBCA yang turun hingga 3,86% menjadi Rp 32.400 per saham. Saham BBRI turun 2,62% menjadi Rp 4.460 per saham, BMRI turun 1,31% jadi Rp 7.550 per saham, dan Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 0,69% menjadi Rp 7.200 per saham.
(Baca: Harga Ayam Diramal Naik, Saham Emiten Unggas Dinilai Cukup Menarik)
Selain saham perbankan, harga beberapa saham besar di sektor lainnya juga bergerak tekoreksi. Seperti ASII yang turun hingga 4,15% menjadi Rp 6.350 per saham. Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) turun 1,55% menjadi Rp 3.800 per saham, sedangkan UNVR turun hingga 3,34% menjadi Rp 7.950 per saham.
Kemudian saham Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) turun 2,15% menjadi Rp 11.375 per saham, sedangkan induknya Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) turun 0,95% menjadi Rp 7.825 per saham.
Saham produsen rokok H.M. Sampoerna Tbk (HMSP) turun 2,36% menjadi Rp 2.070 per saham, kemudian Adaro Energy Tbk (ADRO) turun 5,41% menjadi Rp 1.225 per saham, juga saham Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) turun 4,59% menjadi Rp 6.750 per saham.
(Baca: Digoyang Sentimen Virus Corona, IHSG Turun ke Bawah 6.000)