Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mengkaji kemungkinan pemberian sanksi kepada anggota bursa yang terlibat dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Karena itu, BEI belum bisa menjelaskan siapa yang bakal disanksi maupun bentuk hukumannya.
"Sanksinya akan kami bicarakan bersama. Karena itu, sebenarnya sanksi itu ada di otoritas yang lain," kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/1).
Anggota Bursa merupakan perantara perdagangan efek yang terdaftar di BEI sehingga berhak untuk melakukan transaksi saham di pasar modal. Selain itu, anggota yang merupakan sekuritas juga bisa menjadi penjamin emisi efek.
Hal itu disampaikan usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) BEI bersama Komisi XI DPR RI terkait kemelut di Jiwasraya. Pertemuan tertutup yang digelar sejak pukul 10.00 WIB itu juga membahas evaluasi kinerja pasar modal.
(Baca: Tak Jadi Pansus, DPR Akan Bentuk Panja Kasus Jiwasraya dan Asabri)
Hanya, Laksono enggan berkomentar banyak perihal hasil RDP tersebut. "Pertanyaannya umum dari A-Z. Ini kan rapat tertutup. Saya tidak berhak mengungkapkan kepada publik," kata dia.
Selain BEI, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KEPI) ikut RDP tersebut.
Kejaksaan Agung pun sempat memeriksa petinggi BEI terkait dugaan korupsi Jiwasraya pada Selasa (13/1) lalu. Beberapa yang dipanggil yakni Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 BEI Goklas AR Tambunan dan Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI Vera Florida.
Lalu, Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI Irvan Susandy juga dipanggil. Kemudian, Kepala Unit Pemeriksaan Transaksi BEI Endra Febri Setyawan dan Kepala Divisi Perusahaan 1 BEI Adi Pratomo Aryanto.
(Baca: Diminta Pantau Asabri-Jiwasraya, KPK Serahkan pada Kejaksaan dan BPK)
Pengusutan kasus dugaan korupsi Jiwasraya naik ke tingkat penyidikan sejak 17 Desember 2019. Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan Nomor 33/F2/Fd2/12 Tahun 2019.
Pengusutan kasus itu bermula dari kegagalan Jiwasraya membayar klaim polis JS Saving Plan pada Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar. Jumlah gagal bayar terus membengkak.
Berdasarkan catatan direksi baru, Jiwasraya tak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun. Perusahaan salah membentuk harga produk, yang memberikan hasil investasi pasti di atas harga pasar.
Kejaksaan Agung juga menemukan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) asuransi itu memilih investasi dengan risiko tinggi, demi mencapai keuntungan besar.
(Baca: OJK: Pengaduan Asuransi Didominasi Nasabah Jiwasraya dan Bumiputera)