Menakar Angin Segar Sektor-sektor Primadona di Bursa Saham

123RF.com/Wisitporn
Sektor saham konsumer, perbankan, otomotif, dan telekomunikasi diperkirakan berpotensi menangguk untung besar tahun ini.
Penulis: Hari Widowati
8/1/2020, 09.00 WIB

Sepanjang tahun lalu, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG tak banyak bergerak, cuma naik 1,7% ke level 6.299,54 poin. Di kawasan Asia Tenggara, pertumbuhan IHSG hanya menduduki peringkat keempat setelah Vietnam, Singapura, dan Filipina.

Indeks VN Vietnam mencatat lonjakan 8,12% disusul Indeks Strait Times yang naik 5,01% dan Indeks PSE Filipina 4,68%. Thailand berada di posisi kelima dengan kenaikan 0,99%. Adapun Indeks FTSE Bursa Malaysia justru turun 4,43%.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djajadi mengatakan, 2019 merupakan tahun penuh tantangan sehingga berdampak pada pergerakan IHSG. Isu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, ribut-ribut Pilpres 2019, hingga masalah defisit neraca transaksi berjalan mewarnai dinamika bursa.

Bagaimana dengan prospek pasar saham tahun ini? Pelaku pasar cenderung lebih optimistis terhadap prospek pasar modal. Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika membuka perdagangan perdana saham tahun ini mengutip hasil survei Bloomberg terhadap 57 investor global, pialang, dan manajer investasi.

Ia bangga Indonesia menjadi "The most preferred emerging market 2020" alias pasar modal yang paling diminati investor untuk kategori negara berkembang, baik untuk pasar saham maupun pasar surat utang (obligasi).

Di pasar saham, Indonesia mengalahkan Tiongkok, India, dan Brasil. Sementara di pasar surat utang, Indonesia melibas Rusia, Meksiko, dan Brasil. "Kepercayaan yang begitu besar dari berbagai pihak harus kita jaga," kata Jokowi, dalam pidatonya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (2/1).

Peringkat Indonesia dalam Survei Bloomberg (Bloomberg)

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, hasil survei tersebut menandakan tingginya kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia. Kepercayaan para pemodal terlihat sejak tahun lalu ketika investor asing mencatat nilai pembelian bersih (net buy) saham Rp 49,2 triliun.

Sementara pada 2018, investor asing membukukan penjualan bersih (net sell) saham senilai Rp 50,7 triliun. Dengan positifnya kepercayaan investor terhadap pasar keuangan Indonesia, aliran modal asing yang masuk akan terus meningkat.

(Baca: Saham Gorengan yang Membuat Resah Jokowi dan Investor Pasar Modal)

Pertumbuhan Ekonomi dan Omnibus Law Jadi Katalis

Angin segar optimisme dari hasil survei Bloomberg didukung beberapa indikator ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih stabil, iklim bisnis dan investasi juga membaik seiring rencana pemerintah mengajukan Omnibus Law Cipta Lapangan kerja dan Omnibus Law Perpajakan ke DPR.

Tim riset Sinarmas Sekuritas dalam laporan "Equity Market Outlook 2020: Stable Bull Year" memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di level 5 - 5,1 %. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan sedikit lebih rendah di angka 5 %.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut, antara lain kenaikan harga rokok dan iuran BPJS Kesehatan. Perubahan fokus pemerintah dari bantuan sosial ke insentif untuk pengembangan sumber daya manusia juga akan berdampak pada belanja konsumsi masyarakat.

"Untuk investasi, kami yakin pertumbuhannya akan lebih baik karena ada kepastian politik yang lebih besar pascapemilu," tulis tim riset Sinarmas Sekuritas.

Minat investasi tidak terganggu oleh penurunan harga komoditas. Peluang masuknya investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) dipicu oleh ekspansi kebijakan moneter dan fiskal, serta upaya pemerintah memperbaiki iklim investasi dengan Omnibus Law.

Belanja pemerintah diperkirakan membaik pada semester II 2020. Adapun kinerja ekspor dan impor tahun ini diperkirakan relatif sama seperti tahun lalu mengingat masih ada beberapa larangan impor untuk menjaga agar defisit neraca transaksi berjalan tak melonjak.

Sinarmas memprediksi IHSG pada akhir tahun ini mencapai 6.750 poin. Target tersebut mencerminkan potensi kenaikan 8,6% dari proyeksi pertumbuhan laba per saham dan price earning ratio (PER) IHSG 2020 sebesar 16,2 kali.

Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya, dalam risetnya memproyeksikan pertumbuhan laba per saham (earning per share/EPS) emiten di BEI pada 2020 akan mencapai 9 %, angka ini lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar 3 - 5 %.

Selain pertumbuhan ekonomi yang stabil, faktor-faktor yang bisa menjadi katalis bagi pergerakan saham tahun ini adalah stabilnya nilai tukar rupiah, pemulihan harga minyak kelapa sawit (CPO) yang akan mendorong daya beli masyarakat, dan pulihnya minat investasi.

Tahun 2019 merupakan tahun politik. Banyak investor menunda proyek-proyek besarnya. Kepastian politik baru menguat setelah Partai Gerindra bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi.

"Omnibus law bidang ketenagakerjaan yang akan menyederhanakan regulasi tumpang-tindih dan memudahkan perizinan bisnis bisa menarik investasi dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja," kata Hariyanto. Di sisi lain, omnibus law bidang perpajakan akan meningkatkan pendapatan perusahaan karena tarif pajak penghasilan (PPh) badan bakal diturunkan dari 25 menjadi 20 % pada 2023.

Mirae menargetkan IHSG pada akhir 2020 mencapai level 7.140 poin. Angka tersebut menunjukkan kenaikan sebesar 14,2 % dibandingkan target IHSG Mirae tahun lalu di angka 6.250 poin.

(Baca: Omnibus Law Diprediksi Bakal Dongkrak IHSG ke Level 6.750 pada 2020)

Halaman: