Sektor Pilihan dari Konsumer hingga Telekomunikasi
Lantas, sektor-sektor apa yang akan mendatangkan keuntungan besar tahun ini? Berdasarkan informasi yang Katadata kumpulkan dari sejumlah sekuritas, jawabannya beragam, dari konsumer, perbankan, otomotif, hingga telekomunikasi. Berikut ini sektor-sektor yang menjadi pilihan dan alasan di baliknya.
1. Sektor Konsumer
Mirae Asset Sekuritas menjadikan sektor barang konsumsi sebagai salah satu saham pilihan. Alasannya, sejumlah emiten yang memproduksi barang-barang konsumsi menyiapkan diversifikasi bisnis dengan menambah produk baru untuk memitigasi perlambatan pertumbuhan pendapatan.
Beberapa produk mereka membidik segmen yang premium sehingga berpotensi memberikan margin yang lebih tinggi. Kondisi ekonomi yang stabil, kenaikan gaji pegawai pada 2020 sebesar 8,51 %, dan pulihnya harga komoditas juga diprediksi menopang konsumsi masyarakat.
Di sisi lain, inflasi diperkirakan lebih tinggi ketimbang tahun lalu, antara lain karena kenaikan harga rokok dan iuran BPJS Kesehatan sehingga berpotensi mengurangi konsumsi masyarakat. Kompetisi di antara produsen barang-barang konsumsi juga semakin memanas.
Namun, sejumlah pemain besar seperti PT Indofood CBP (ICBP), PT Kalbe Farma (KLBF), dan PT Unilever Indonesia (UNVR) bakal mampu bertahan dengan inovasi produk-produk baru. Mirae merekomendasikan beli saham ICBP dengan target harga Rp 13.300 per saham, KLBF Rp 1.800 per saham, dan UNVR Rp 48.200 per saham.
Danareksa Sekuritas dalam riset "Consumer: In a good position to sustain growth" menilai alokasi belanja bantuan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 akan mendukung daya beli masyarakat, khususnya di level bawah. Jika dikombinasikan dengan perbaikan internal, strategi distribusi dan pemasaran yang lebih efektif, dan pertumbuhan yang stabil, sektor konsumer bisa membukukan pertumbuhan yang baik.
Analis Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto merekomendasikan "overweight" untuk sektor konsumer dengan ICBP sebagai saham pilihannya. "Kami menyukai ICBP karena melihat perbaikan internal, penawaran produk-produk baru, strategi pemasaran dan distribusi yang efektifnya mampu mempertahankan pendapatan dan laba yang solid," kata Natalia dalam risetnya.
Danareksa juga menilai saham PT Kino Indonesia Tbk (KINO) memiliki valuasi yang menarik dibandingkan kompetitor di sektornya. Saham KINO memiliki price earning ratio (PER) 2019 sebesar 9,5 kali dan diprediksi akan mencapai 16,6 kali pada 2020. Sebagai gambaran, saham UNVR yang menjadi kompetitornya memiliki PER 2019 sebesar 42,9 kali dan PER 2020 diprediksi sebesar 40 kali.
(Baca: Usai Stock Split, Harga Saham Unilever Ditutup Naik 1,79%)
2. Sektor Perbankan
Perbankan menjadi sektor yang direkomendasikan oleh Sinarmas Sekuritas. Tahun lalu, pertumbuhan laba perbankan terhambat oleh pengetatan likuiditas dan tingginya pencadangan untuk kredit bermasalah. Kasus gagal bayar obligasi Duniatex dan restrukturisasi utang jumbo PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) adalah dua masalah besar yang dihadapi perbankan pada 2019.
Tahun ini, kinerja perbankan diperkirakan membaik dengan diterapkannya standardisasi akuntansi baru sesuai International Financial Reporting Standards (IFRS) 9 yang diterjemahkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71. Menurut tim analis Sinarmas Sekuritas, IFRS 9 menjadi momentum untuk membangun pencadangan bank tanpa harus menggerus laba perusahaan. Pembentukan pencadangan semacam ini memberi ruang lebih besar untuk menurunkan biaya kredit.
Likuiditas perbankan juga semakin longgar karena percepatan belanja pemerintah pascapemilu, berkurangnya popularitas produk investasi non-bank yang memberikan imbal hasil tidak tetap, dan penerbitan obligasi retail yang lebih moderat. Oleh karena itu, pertumbuhan kredit perbankan tahun ini diprediksi naik 100 basis poin dibandingkan 2019.
Saham-saham perbankan yang direkomendasikan oleh Sinarmas Sekuritas adalah PT Bank Mandiri (BMRI) dengan target harga Rp 8.650 dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) dengan target Rp 9.150 per saham. Bank Mandiri dipilih karena memiliki margin bunga bersih (NIM) relatif stabil. Hal ini lantaran bank pelat merah itu menghindari perang bunga deposito. Hingga kuartal III 2019, NIM BMRI mencapai 5,58 %.
Sementara itu, BNI tahun ini diperkirakan lebih fokus pada upaya meningkatkan dana murah (current account saving account/CASA) dengan produk-produk retail sehingga akan memperbaiki profitabilitasnya. Laba bersih BNI tahun ini diprediksi mencapai Rp 18,2 triliun, naik 20,1 % dibandingkan 2019.
(Baca: Jumlah Rekening Tambah, Simpanan di Perbankan Tembus Rp 6.042 Triliun)
3. Sektor Otomotif
Sinarmas juga merekomendasikan sektor otomotif. Jika tahun lalu permintaan otomotif melemah, 2020 akan menjadi tahun penyesuaian. Salah satu penyebabnya adalah Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor.
PP tersebut mengubah struktur pajak kendaraan bermotor yang semula berbasis ukuran mesin menjadi berbasis emisi karbon. Regulasi ini berlaku efektif Oktober 2020. "Kami melihat pemerintah berupaya mempromosikan adopsi kendaraan listrik dan meningkatkan basis manufaktur otomotif dalam negeri yang berorientasi ekspor," tulis analis Sinarmas Sekuritas.
Meskipun persaingan di antara produsen otomotif masih ketat, ada peluang bagi produsen otomotif untuk memanfaatkan pasar yang ditinggalkan oleh Datsun dan Chevrolet yang menutup produksinya di Indonesia. Sinarmas Sekuritas merekomendasikan beli saham PT Astra International Tbk (ASII) dengan target harga Rp 7.800 per saham.
(Baca: Chevrolet Hengkang dari Indonesia, BKPM Perbaiki Iklim Investasi)
4. Sektor Telekomunikasi
Danareksa Sekuritas menjadikan telekomunikasi sebagai salah satu sektor pilihan pada 2020. Dalam riset "Content (is king) and Gaming 2020 parade" disebutkan bahwa operator telekomunikasi berpotensi menaikkan tarif data dengan memonetisasi konten dan gim yang disediakan untuk pelanggan.
Operator meninggalkan perang tarif dan beralih ke upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen telekomunikasi. Pendapatan sektor telekomunikasi tahun depan diperkirakan tumbuh 5 % sepanjang tahun ini. Kenaikan laju data yang mencapai lebih dari 45 % dalam setahun terakhir menunjukkan persaingan di bidang konten dan gim akan semakin memanas pada 2020.
PT XL Axiata (EXCL) mencatat penggunaan data tertinggi per pengguna, yakni 5,8 GB per bulan dibandingkan operator lainnya. Average revenue per user (ARPU) XL sebesar Rp 36 ribu, nomor dua setelah Telkomsel yang sebesar Rp 47 ribu. XL juga agresif meningkatkan penetrasinya ke luar Jawa. Sementara itu, Telkomsel, anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM), mencatat penggunaan data per pengguna sebesar 5,2 GB per bulan.
Danareksa memperkirakan para operator telekomunikasi akan memaksimalkan potensinya pada 2020-2021 dengan merampingkan operasi dan menyiapkan diri menyambut lelang spektrum baru untuk jaringan 4G dan 5G. Meningkatnya popularitas gim di kalangan pengguna internet menjadi salah satu tambang uang bagi operator.
PT Smartfren Telecom (FREN) akan lebih agresif dengan berbagai promosi untuk menarik pelanggan baru. Di sisi lain XL dan PT Indosat Ooredoo (ISAT) bakal lebih banyak merealisasikan belanja modalnya di awal tahun. Danareksa merekomendasikan beli untuk saham TLKM dengan target harga Rp 5.100, EXCL dengan target Rp 4.100, dan ISAT Rp 4.200 per saham.
(Baca: Telkomsel hingga XL Axiata Antisipasi Kenaikan Layanan Data Saat Natal)