Visi Media Asia (VIVA) menampik kabar bahwa investor asal Tiongkok akan berinvestasi di perusahaan. Isu ini disebut-sebut menjadi salah satu penyebab saham VIVA melompat beberapa hari lalu.
"Wah saya baru denger tuh (ada minat investor Tiongkok),” kata Presiden Direktur VIVA Anindya Novyan Bakrie di Jakarta, Rabu (23/10).
Lebih lanjut, Anindya justru bicara tentang fokus bisnis. Kinerja keuangan induk usaha media milik Bakrie tersebut memang tengah tertekan, dengan rugi bersih mencapai Rp 1 triliun tahun lalu.
(Baca: Sinarmas Bantah Bidik Saham Media Bakrie, Harga Saham VIVA Melejit)
Menurut dia, VIVA memiliki dua opsi fokus bisnis di era digital. Pilihan pertama adalah fokus pada isi konten seperti layanan film berbayar, Netflix. Pilihan lainnya yaitu bisnis hak kekayaan intelektual seperti Disney.
"Kayanya VIVA fokus di intelectual property," kata putra sulung Aburizal Bakrie ini. Karena itu, VIVA ikut kerja sama mengembangkan program seni bela diri campuran alias Mixed Martial Arts (MMA) OnePride atau pun One Prix Moto GP kelas 150 CC.
Selain itu, melalui anak usahanya Bakrie Global Ventura, perusahaan melakukan investasi di Bumilangit Studios. Studio ini menggarap film-film layar lebar dengan tokoh-tokoh pahlawan bertenaga super (superhero) dari Indonesia.
"Karena ke depannya kalau tidak ada diferensiasi itu susah, siapa pun itu," kata dia.
Menurut pria kelahiran 1974 ini, bisnis media pertelivisian tak berbayar (free to air) sejak tahun lalu hingga saat ini tengah melambat. Penyebabnya bukan disrupsi digital, tapi karena tingkat konsumsi domestik yang sedang melambat.
Tahun lalu, VIVA membukukan rugi bersih Rp 1,1 triliun, berbandig terbalik dari tahun sebelumnya yang masih mencatatkan laba bersih Rp 151,6 miliar. Tekanan keuangan tampak masih berlanjut ke tahun ini.
Per semester I 2019, VIVA masih mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 233,32 miliar. Rugi tersebut ternyata lebih besar 14,35% dibandingkan rugi yang dialami perusahaan pada periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 204,04 miliar.
Salah satu penyebab bertambahnya kerugian tersebut, karena pendapatan perusahaan di periode tersebut turun 18,97% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada semester I 2019, pendapatan perusahaan senilai Rp 1,11 triliun. Sedangkan per semester I 2018, pendapatannya Rp 1,37 triliun.