Asosiasi Emiten Sebut Investor Asing Enggan Masuk karena Banyak Aturan

ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Ilustrasi, karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (14/6/2019). Asosiasi Emiten menilai banyaknya aturan menghambat investasi asing langsung di Indonesia.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
28/9/2019, 07.54 WIB

Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menilai, banyaknya aturan berdampak negatif bagi keberlangsungan investasi asing langsung alias Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia. Padahal, investasi ini dinilai berkontribusi besar terhadap perkembangan perusahaan di Indonesia.

Ketua AEI Franciscus Welirang menilai, sejauh ini kontribusi investasi asing terhadap pertumbuhan industri lebih besar ketimbang domestik. Namun, menarik investor asing masuk ke Indonesia tidaklah mudah.

Investor asing bakal mempertimbangkan beberapa hal sebelum memutuskan berinvestasi. "Investor asing akan melihat kondisi dalam negeri, seperti keamanan yang kondusif, stabilitas politik, dan hal-hal yang bisa memengaruhi risiko mereka dalam berbisnis," kata dia di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (27/9). 

Regulasi dibutuhkan untuk meminimalkan risiko investor asing dalam berbisnis. Namun, banyaknya peraturan justru akan membuat investor asing enggan masuk ke Indonesia.

Sepengetahuannya, ada banyak sekali Surat Keputusan (SK) Menteri di Indonesia. Alhasil, peraturan di Indonesia menjadi tumpang tindih.

(Baca: Jokowi Izinkan Thomas Lembong Marahi Menteri yang Hambat Investasi)

Dia mencontohkan, satu perusahaan berhadapan dengan 75 peraturan berikut biaya terkait regulasi dalam setahun. “Ini beban yang besar. Kalau mau menarik investasi asing langsung dengan berbagai aturan yang aneh, akan susah," katanya.

Untuk itu, ia berharap pemerintah merelaksasi peraturan yang ada. Bahkan, ia meminta pemerintah membedakan peraturan antara perusahaan yang tercatat sebagai emiten dengan yang tidak.

Sebab, publik sudah mengevaluasi segala risiko perusahaan terbuka. "Emiten seharusnya mendapatkan relaksasi peraturan." kata Franky.

Namun, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong pernah menyampaikan bahwa posisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor ekonomi menjadi kendala masuknya investasi asing ke Indonesia. Sebab, investor kesulitan mengembangkan bisnisnya lantaran telah didominasi oleh BUMN.

(Baca: Darmin Sebut Menteri dan Daerah Kerap Buat Aturan Tak Sesuai Presiden)

Thomas mengatakan, BUMN hanya menyisakan sedikit sektor ekonomi yang bisa digarap oleh para investor asing. "Banyak kegiatan-kegiatan sektor swasta semakin ditarik oleh BUMN yang mau mengerjakan semuanya sendiri, sehingga mengurangi peranan dari dunia usaha," kata dia, beberapa waktu lalu (11/9).

Selain itu, Thomas menyebut iklim usaha antara BUMN dan swasta di Indonesia kurang kondusif. Menurut Thomas, BUMN dan swasta sering dikonfrontasikan secara langsung dalam sektor usaha tertentu.

Hal tersebut, kata Lembong, dikeluhkan oleh para investor. Menurutnya, para investor menginginkan iklim usaha yang bersahabat antara swasta dan BUMN. "Jadi sangat mengharapkan tidak ada postur konfrontasional atau istilahnya win-lose," kata Thomas.

(Baca: Kepala BKPM: Dominasi BUMN Hambat Investasi Asing Masuk ke Indonesia)

Reporter: Ihya Ulum Aldin