Agung Podomoro Terancam Gagal Bayar Utang, Pefindo Turunkan Peringkat

ANTARA FOTO/M. Agung Rajasa
Ilustrasi gedung-gedung perkantoran. Pefindo turunkan peringkat utang perusahaan pengembang properti Agung Podomoro Land karena perusahaan tersebut terancam gagal bayar utang jangka pendeknya.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
15/8/2019, 16.17 WIB

Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menurunkan peringkat utang PT Agung Podomoro Land Tbk (Agung Podomoro), dari yang sebelumnya idA- menjadi idBBB dengan outlook direvisi menjadi credit watch dengan implikasi negatif. Bahkan, ada kemungkinan peringkat Agung Podomoro diturunkan menjadi non-investment grade.

Analis Pefindo Yogie Perdana menjelaskan, dalam satu sampai dua bulan ke depan, Pefindo bakal mengawasi rencana refinancing perusahaan developer properti tersebut. Jika menurut mereka kondisi Agung Podomoro belum aman dan akan meningkatkan risiko gagal bayar utang, tidak menutup kemungkinan Pefindo menurunkan kembali peringkat emiten berkode APLN itu.

"Terkait kebijakan utang Agung Podomoro, mereka sudah ada beberapa langkah strategis untuk memitigasi risiko gagal bayar. Tapi tetap ada risiko. (Peringkat) bisa saja langsung ke non-investment (grade)," kata Yogie di kantornya, Jakarta, Kamis (15/8).

Risikio gagal bayar perusahaan ini terkait dengan fasilitas kredit sindikasi dari enam bank Rp 1,3 triliun yang jatuh tempo pada Juni 2020. Waktu bayar utang sindikasi ini dimajukan menjadi Juni 2019 lantaran Agung Podomoro menarik pinjaman sindikasi baru dari tiga bank Rp 2,6 triliun untuk membayar utang-utangnya dalam 12-18 bulan ke depan.

(Baca: Pefindo Ramal Penerbitan Surat Utang Capai Rp 80 T di Semester II)

Agung Podomoro menarik pinjaman sindikasi baru tersebut pada Mei 2019 untuk tranche pertama Rp 750 miliar untuk melunasi utang Obligasi I 2014 pada 6 Juni 2019. "Karena sudah ditarik di tranche pertama, otomatis itu sudah accelerate fasilitas kredit sindikasi pertama yang tadinya Juni 2020 maju menjadi Juni 2019," kata Yogie.

Perusahaan ini tahu dengan risiko dipercepatnya jatuh tempo utang sindikasi pertama menjadi Juni 2019. Mereka berasumsi fasilitas sindikasi kedua bisa memenuhi pembayaran tersebut, "Karena tiga bank partisipan utang sindikasi kedua, setuju dan berkomitmen memberikan fasilitas kredit ke Agung Podomoro," kata Yogie.

Namun, ketika Agung Podomoro mau menarik utang sindikasi tranche kedua untuk melunasi utang sindikasi pertama Rp 1,3 triliun, ternyata salah satu dari tiga bank partisipan sindikasi tersebut menarik komitmennya untuk memberikan utang sindikasi.

Yogie mengungkapkan, mundurnya bank tersebut untuk memberikan kredit lantaran ingin mengurangi eksposure utang terhadap korporasi di Indonesia. Bank tersebut menilai kondisi politik saat itu masih belum stabil. "Karena saat itu belum ada hasil dari Pemilu Presiden, masih proses banding. Mereka merasa, kondisi politik saat itu kurang kondusif," terangnya.

(Baca: Agung Podomoro Akan Bangun Properti Terintegrasi Kawasan Transportasi)

Agung Podomoro pun bernegosiasi kepada enam bank pemberi kredit sindikasi sebesar Rp 1,3 triliun untuk memperpanjang jatuh tempo utang tersebut. Akhirnya, keenam bank tersebut menyetujui perpanjangan jatuh tempo utang menjadi September 2019.

Turunnya peringkat utang Agung Podomoro karena Pefindo menilai masih ada potensi gagal bayar utang yang jatuh tempo pada September 2019 tersebut karena saldo kas perusahaan tidak mencukupi. Per Maret 2019, saldo kas Agung Podomoro hanya mencapai Rp 1,2 triliun.

Padahal, perusahaan masih memiliki beberapa utang jangka pendek lainnya yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari 12 bulan, di antaranya Obligasi I 2014-2015 fase III sebesar Rp 451 miliar yang jatuh tempo 19 Desember 2019 dan Obligasi I 2014-2015 fase IV senilai Rp 99 miliar yang jatuh tempo 25 Maret 2020.

Yogie mengatakan, Agung Podomoro sendiri tengah menjajaki refinancing utang tersebut. "Tapi, belum bisa disampaikan kepada publik," kata Yogie. Sehingga dia menyebut masih ada risiko gagal bayar utang-utang APLN tersebut karena jangka waktunya sudah tinggal sedikit lagi.

(Baca: Donald Trump Jr, Penerus Bisnis Properti Trump yang Melirik Indonesia)

Outlook Agung Podomoro yang direvisi menjadi credit watch dengan implikasi negatif adalah untuk mengantisipasi peningkatan ketidakpastian terkait kemampuan keuangan perusahaan, dan berdasarkan pandangan Pefindo terhadap fleksibilitas keuangan perusahaan yang terbatas untuk membiayai kembali utang jangka pendeknya.

"Mengingat leverage keuangan yang tinggi yang memberi sedikit ruang bagi Agung Podomoro untuk menarik utang baru, serta terbatasnya aset yang belum dijadikan jaminan oleh perusahaan," kata Yogie.

Ada pun, dengan penurunan rating dan revisi outlook, serta risiko-risiko gagal bayar utang, saham Agung Podomoro terkoreksi 2,83% menjadi Rp 206 per saham pada perdagangan hari ini. Namun secara year to date (ytd), kinerja saham APLN masih positif dengan kenaikan sebesar 35,53% dari posisi penutupan 2018 di level Rp 152 per saham.

Reporter: Ihya Ulum Aldin