IHSG Diprediksi Turun, Saham Bank Mandiri dan Adaro Jadi Rekomendasi

ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Seorang pengunjung memotret layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
17/7/2019, 09.28 WIB

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu (17/7), secara teknikal diprediksi bergerak turun. Prediksi ini melanjutkan koreksi IHSG yang pada hari sebelumnya juga bergerak turun 0,25% dan ditutup di level 6.401,8. Namun, analis masih merekomendasikan sejumlah saham-saham kapitalisasi besar (blue chip), seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).

Analis Binaartha Sekuritas, Muhamad Nafan Aji dalam risetnya terkait IHSG hari ini mengatakan, pergerakan IHSG mengindikasikan adanya potensi koreksi lanjutan sehingga berpeluang menuju ke area support.

Support pertama maupun kedua memiliki range pada level 6.384,7 hingga 6.367,6. Sementara itu, resistance pertama maupun kedua memiliki range level 6.423,6 hingga 6.445,3.

(Baca: IHSG Turun 0,25%, Inilah 10 Saham yang Cuan Hari Ini)

Senada, dalam risetnya Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga menilai secara teknikal IHSG juga memiliki peluang bergerak turun terbatas. IHSG diperkirakan bakal diperdagangkan pada level 6.370-6.414.

Nico menilai hari ini IHSG mendapat sentimen dari sentimen perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok yang dinilainya masih akan bergulir dalam jangka waktu panjang.

Menurutnya, Tiongkok mengulur waktu melakukan pembicaraan hingga Pemilu Amerika tahun depan dapat terlaksana dengan harapan Presiden terpilih bukan Trump kembali. Sisi yang lain, Presiden AS Trump kembali mengancam memberikan tarif impor Tiongkok lainnya senilai US$325 miliar.

"Hal ini menurut kami apa bila ancaman itu terlaksana, akan semakin memberatkan Tiongkok untuk mau melakukan kesepakatan dagang. Jangkankan kesepakatan, untuk bisa bertemu dan diskusi saja mungkin sudah sangat berat sekali," kata Nico.

(Baca: Dibuka Menguat 0,63%, Rupiah Paling Perkasa di Asia)

Beralih dari perang dagang, pidato Gubernur Bank Sentral AS Powell di Paris, Prancis di mana mereka terus memonitor perkembangan dengan hati-hati terkait dengan risiko penurunan pertumbuhan di Amerika. Sehingga mereka akan bertindak sesuai dengan yang diperlukan untuk mempertahankan fase ekspansi.

Hal ini menjadi cerminan, adanya potensi pemangkasan tingkat suku bunga. "Pernyataan sedikit saja, dapat membuat pergerakan pasar mengalami kenaikkan atau penurunan," katanya.

Dari dalam negeri, sentimen datang dari realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semester pertama 2019. Dalam penyampaian ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), realisasi tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan di awal tahun. Menurut Nico hal itu menyebabkan melambatnya ekonomi global karena kondisi perang dagang dan harga komoditas yang cenderung turun.

(Baca: Pemeringkat Asing, Standard & Poor's Incar 15% Saham Pefindo)

Lebih lanjut, defisit APBN diproyeksikan sebesar 1,93% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau mencapai Rp 310,8 triliun. Sementara dalam Undang-Undang APBN 2019 defisit ditargetkan 1,84% dari PDB atau mencapai Rp 296 triliun. "Kondisi tersebut tentunya berpotensi pemerintah untuk menambah utangnya," kata Nico.

Dia memberikan beberapa rekomendasi saham untuk dapat diperhatikan investor jangka pendek. Seperti BRPT, SMGR, ICBP, BBCA, BMRI, PGAS, ANTM, SRIL, PTPP, maupun MAPI. Sementara, Nafan Aji memberikan rekomendasi saham untuk dapat diperhatikan investor seperti ADRO, AKRA, CPIN, HRUM, INKP, MEDC, dan SMSM.