PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) menargetkan mengantongi laba bersih Rp 12 miliar tahun ini. Target tersebut, tumbuh sekitar 45,4% dibandingkan laba bersih tahun lalu sebesar Rp 8,24 miliar.
Direktur Utama Indonesian Tobacco Djonny Saksono mengatakan perusahaan mengalami penurunan laba bersih pada tahun lalu sebesar 4,88%. "Penurunan laba bersih itu dikarenakan ada peningkatan biaya seperti biaya promo dari pembukaan pasar baru," katanya dalam konferensi pers di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (4/7).
Meski demikian, dia optimistis beberapa pasar baru yang sebelumnya dijajaki sudah mulai matang sehingga perusahaan bisa meraup keuntungan.
(Baca: Dua Emiten Resmi Melantai di Pasar Saham, Total Raihan Dana Rp 82,8 M)
Selain itu, salah satu penopang dari laba bersih tahun ini disebabkan oleh adanya peningkatan produksi tembakau yang ditargetkan mencapai 2.500 ton senilai Rp 170 miliar hingga Rp 180 miliar. Hingga semester I 2019 ini, perusahaan tercatat telah memproduksi 1.100 ton tembakau.
Namun demikian, penjualan tembakau tahun ini tak hanya dipenuhi dari pabrik sendiri, tetapi juga akan dipenuhi dari pembelian tambahan stok bahan baku berupa daun tembakau Virginia dari pihak lain.
Untuk pembelian tambahan stok tersebut, perusahaan mencari pendanaan melalui penawaran saham perdana (Initial Public Offering /IPO). Perusahaan resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pagi tadi dengan total raihan dana Rp 60,29 miliar .
"Dana dari IPO yang kami lakukan, akan dipakai untuk ekspansi pasar, baik domestik maupun ekspor," katanya.
Dia menjelaskan, potensi pasar domestik masih sangat besar, yang mana pasar di Pulau Jawa sendiri menurutnya masih banyak yang belum dijajaki. "Sehingga banyak daerah yang kami garap, bahkan Pulau Jawa itu akan kami kerjakan pasar domestik," katanya.
Emiten industri dan perdagangan tembakau memproduksi sejumlah tembakau dengan merek Manna, Kuda Terbang, Roda Terbang, maupun Djago Tarung, didistribusikan ke pelbagai wilayah.
(Baca: Penjualan Turun, Pendapatan dan Laba Sampoerna Tetap Naik)
Skala bisnis perusahan meliputi Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Maluku, Nusa Tenggara, maupun Papua. Penjualan terbanyak berada di Papua dengan berkontribusi kepada pendapatan sebesar Rp 93,7 miliar pada 2018. Sementara ekspor, produk perseroan sudah didistribukan ke Malaysia, Singapura dan Jepang.
Meski persentase ekspor masih 5% dari total penjualan, tapi ke depan perusahaan menyatakan bakal memperbesar pangsa ekspor lewat penjajakan ke India dan Tiongkok.
(Baca: Kebijakan Pembatalan Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Antiklimaks)
Ekspansi tersebut akan dilakukan dengan skema kemitraan dengan perusahaan lokal tersebut untuk membantu pemasaran dan distribusi. "Ke luar negeri untuk kerja sama karena produk tembakau rokok ini harus dikerjakan dengan intensif, jadi perlu partner yang baik di sana," kata Djonny.
Namun dia belum bisa memastikan kapan ekspansi tersebut dilakukan.