PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun lalu membukukan laba bersih sebesar Rp 265 miliar. Capaian laba bersih BEI itu turun 17,5% dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai Rp 310,6 miliar, meski upaya efektivitas penggunaan anggaran telah dilakukan.
Turunnya laba bersih tersebut, salah satunya disebabkan oleh naiknya beban pada 2018 sebesar 12,5% menjadi Rp 1,26 triliun dari periode sebelumnya yang sebesar Rp 1,12 triliun. Kenaikan beban ini dipengaruhi oleh naiknya biaya penyusutan, seiring adanya Pembaruan Sistem Perdagangan dan Data Center baru.
Di sisi lain, BEI hanya mencatatkan kenaikan total pendapatan sebesar 5,74% menjadi Rp 1,53 triliun. Kenaikan ini terutama ditopang oleh pendapatan usaha mereka tahun lalu yang mencapai Rp 1,35 triliun atau meningkat 12,6% dari pendapatan usaha di 2017 yakni Rp 1,20 triliun.
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan, laporan keuangan untuk tahun buku 2018 ini sudah mendapatkan persetujuan daru Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang diadakan hari ini, Rabu (26/6) di Gedung BEI, Jakarta. "RUPST ini dihadiri oleh 105 pemegang saham atau 99,06% dari jumlah pemegang saham yang memiliki hak suara. Secara aklamasi, pemegang saham menyetujui Laporan Tahunan 2018," kata Inarno usai rapat tersebut.
(Baca: BEI Catat Laba Bersih Perusahaan Terbuka Naik 8,9% pada Maret 2019)
Tahun lalu, total aset BEI tercatat sebesar Rp 6,8 triliun atau mengalami penurunan 18% dari 2017 yang sebesar Rp 8,3 triliun. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh adanya penurunan piutang penyelesaian transaksi bursa sebesar 44,81%.
Total kewajiban perusahaan (liabilitas) sebesar R p2,9 triliun atau turun 38% dibandingkan tahun sebelumnya. Komponen utama penurunan berasal dari liabilitas penyelesaian transaksi Bursa. Terakhir, total ekuitas perusahaan sebesar Rp 3,8 triliun atau mengalami kenaikan 7,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Inarno, 2018 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi pelaku pasar modal Indonesia tak terkecuali bagi BEI. Namun, BEI tetap mencatatkan beberapa pencapaian, seperti dari segi perdagangan, BEI berhasil menjadi bursa yang mencapai jumlah frekuensi transaksi harian saham tertinggi di kawasan ASEAN. Rata-rata transaksi hariannya mencapai 387 ribu transaksi, lebih unggul dari Thailand yakni 342 ribu transaksi per hari.
BEI berhasil memfasilitasi 57 perusahaan tercatat baru tahun lalu melalui skema Initial Public Offering (IPO). "Ini merupakan rekor dan pencapaian tertinggi sejak privatisasi bursa efek dalam 26 tahun terakhir, serta menjadi bursa yang terbanyak mencatatkan IPO di kawasan ASEAN," kata Inarno.
Pertumbuhan jumlah perusahaan tercatat pun positif selama kurun waktu 2014 sampai dengan April 2019 naik 24,3%. Untuk periode yang sama, pertumbuhan di Thailand 15,5%, Filipina 1,5%, dan Malaysia 1,0%, sementara Singapura mengalami penurunan sebesar 4,5%.
(Baca: Jelang Paruh Pertama 2019, 13 Perusahaan Raup Rp 1,92 Triliun dari IPO)