Perdagangan saham PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) hingga saat ini masih dihentikan (suspend) pada level harga Rp 90 per saham. Suspend dilakukan Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 25 Juni 2018 lalu karena Taksi Express telah dua kali menunda pembayaran bunga Obligasi I 2014.
Penundaan pembayaran bunga obligasi tersebut berupa kupon ke-15 yang jatuh tempo 26 Maret 2018 dan kupon ke-16 yang jatuh tempo pada 22 Juni 2018, masing-masing sebesar Rp 23 miliar.
Sebenarnya, angin segar menerpa Express Trasindo sejak awal pekan ini setelah mendapatkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk mengkonversi obligasinya tersebut menjadi saham. Hanya, hingga saat ini saham perusahaan taksi ini masih belum bisa diperdagangkan.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, suspend saham TAXI memang belum dibuka. Meski, pembayaran obligasi sudah mendapatkan lampu hijau, baik dari RUPSLB maupun Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO).
(Baca: RUPSLB Tak Kuorum, Restrukturisasi Utang Taksi Express Terganjal Lagi)
"Kalau kami membuka suspensi, tidak serta merta penyebabnya apa. Kami lihat (faktor) yang lain juga, apa bisnisnya dari sisi rencana ke depan? Kami ingin pastikan itu," kata Nyoman ketika ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (10/5).
Nyoman tidak ingin membuka perdagangan saham Express Transindo tanpa melihat operasional perusahaan ke depannya. Ini dilakukan untuk menghindari suspensi berulang di kemudian hari. "Nanti malah (sahamnya) buka-tutup-buka-tutup. Jadi, kesannya tidak baik," katanya.
Sebelumnya, RUPSLB menyutujui Penambahan Modal Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTMHMETD) alias private placement untuk konversi obligasi menjadi saham. Express bakal melakukan konversi obligasi menjadi saham sebanyak 10 miliar saham dengan nomimal maksimal Rp 1 triliun. Nilai tersebut setara dengan 466,07% dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan.
Ada dua skema yang bakal ditempuh oleh perusahaan demi membayar obligasi perusahaan yang senilai Rp 1 triliun tersebut. Pertama, senilai Rp 400 miliar dari pokok obligasi akan dikonversi menjadi saham dengan nilai konversi sesuai ketentuan yang berlaku.
(Baca: Belum Penuhi Kewajiban, Saham Express Masih Dibekukan Otoritas Bursa)
Langkah konversi utang obligasi selanjutnya, dengan melakukan konversi obligasi tanpa bunga sebesar Rp 600 miliar dengan tanggal jatuh tempo pada 31 Desember 2020. Pokok obligasi ini diamortisasi setiap tiga bulan sesuai dengan jumlah hasil penjualan jaminan berupa tanah dan kendaraan bermotor.
Rencana penjualan aset kendaraan bermotor yang merupakan ujung tombak bisnis Express Transindo inilah yang membuat Nyoman mempertanyakan kelangsungan bisnis mereka ke depan. Hal tersebut rupanya belum dijelaskan oleh Express Transindo.
"Bisnis intinya kalau sudah dilakukan penjualan, apakah dilakukan peremajaan atau mengubah kegiatan bisnis lain. Itu yang akan kami dalami untuk pastikan ke depan kejelasannya seperti apa," kata Nyoman.