PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI) berencana mencari pendanaan di pasar modal dengan menerbitkan surat utang (obligasi) berdenominasi rupiah hingga Rp 6 triliun. Rencana ini merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) yang totalnya Rp 20 triliun, dengan jarak penerbitan tiga tahun.
"Kira-kira nanti semester II-2019, bukan semester ini. Kira-kira, kalau membuat rata-rata saja, mungkin (nilainya) sekitar Rp 5 triliun atau Rp 6 triliun," kata Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (10/4).
Menurutnya, jumlah obligasi yang akan diterbitkan masih bisa berubah, karena perlu menyesuaikan dengan dana yang dibutuhkan. Bagi BRI, yang lebih penting adalah waktu penerbitan obligasi ini bisa tepat sesuai waktu yang sudah rencanakan.
(Baca: BRI Siapkan Rp 1,5 Triliun untuk Akusisi Asuransi Umum)
Sebelumnya, Haru pernah menjelaskan dana obligasi tersebut bakal dipakai untuk merealisasikan target bisnis yang sudah tercantum dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun ini. Beberapa rencana ini di antaranya mencukupi pendanaan agar likuiditas tetap terjaga.
Sepanjang tahun ini BRI menargetkan penyaluran kreditnya tumbuh 12-14 persen dari tahun lalu. Sedangkan tingkat likuiditas, yang terlihat dari rasio pembiayaan terhadap pendanaan atau loan to deposit ratio (LDR), sepanjang tahun lalu masih terjaga pada level 89,3 persen.
(Baca: BRI Manfaatkan Big Data untuk Cegah Fraud hingga Rilis Fintech)
Terkait pencarian dana ini, BRI telah obligasi berdenominasi mata uang asing, melalui penerbitan sustainability global bond senilai US$ 500 juta, akhir Maret lalu. Menilik keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, tingkat bunga bonds ini sebesar 3,95 persen yang jatuh tempo pada 2024 mendatang. Surat utang tersebut dicatatkan di Bursa Efek Singapura.
Dana hasil penerbitan surat utang ini akan digunakan untuk pembiayaan atau melakukan pembiayaan kembali atas proyek-proyek yang memenuhi Syarat (Eligible Projects) bagi perusahaan.