PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mencatatkan rugi bersih senilai Rp 6,2 triliun sepanjang tahun lalu. Padahal, perusahaan investasi milik Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 02, Sandiaga Uno ini mengantongi laba bersih senilai Rp 3,27 triliun pada 2017.
Presiden Direktur Saratoga Michael Soeryadjaya menjelaskan, kerugian ini disebabkan oleh pergerakan saham anak usaha yakni PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Tower Bersama Infrastucture Tbk (TBIG) yang fluktuatif pada 2018. “Kami telah mencatat kerugian bersih yang belum direalisasi," ujarnya dalam siaran pers, Selasa (26/3).
Kerugian bersih yang belum direalisasi ini berkaitan degan perubahan nilai wajar saham yang tersedia untuk dicatat dalam akun keuntungan atau kerugian kepemilikan yang belum dilaporkan. Kerugian karena turunnya harga saham yang belum terealisasi ini pun karena Saratoga masih memegang ekuitas anak usahanya.
(Baca: Saratoga Ajukan Penawaran Premium 18% untuk Kuasai Mitra Pinasthika)
Meski begitu, menurutnya kondisi ini normal terjadi di pasar. Sebagai perusahaan investasi yang bertindak sebagai investor jangka panjang, Saratoga optimistis terhadap prospek perusahaan. Ia juga yakin, harga saham akan menyamai fundamental perusahaan.
Perusahaan juga telah menyampaikan kerugian tersebut dalam laporan keuangan tahunan yang dirilis di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari ini (26/3). Dalam laporan itu, mereka menyebutkan kerugian atas investasi pada efek ekuitas mencapai Rp 7,25 triliun di 2018. Pada 2017, Saratoga untung Rp 2,35 triliun.
(Baca: Sandiaga Kucurkan Dana Hasil Jual Saham di 4 Bulan Akhir Masa Kampanye)
Selain karena turunnya harga saham, kinerja negatif ini disebabkan oleh naiknya kerugian neto selisih kurs dari rugi Rp 27,8 miliar pada 2017 menjadi Rp 150,3 miliar di 2018. Artinya, kerugian neto selisih kurs naik 99,4% dalam setahun.
Saat ini, total aset perusahaan sebesar Rp 20,1 triliun. Aset tersebut diatribusikan ke perusahaan investasi yang fokus pada tiga sektor utama, yaitu sumber daya alam, infrastruktur dan konsumen barang dan jasa.
Lalu, perusahaan mencatatkan pendapatan Rp 1,14 triliun dari dividen, bunga, dan investasi lainnya. Capaian tersebut menurun 25,5% dari penghasilan pada 2017, yang senilai Rp 1,53 triliun. Secara spesifik, pendapatan dari dividen sebesar Rp 900 miliar yang diperoleh dari enam perusahaan investasi pada 2018.
(Baca: Belum Dapat Donasi, Sandiaga Kembali Jual Saham Saratoga Rp 64 Miliar)
Meski menurun, menurut Michael hasil ini menunjukkan kinerja operasional dan bisnis yang kuat dari perusahaan investasi. "Tidak hanya pertumbuhan pendapatan dividen selama bertahun-tahun, tetapi yang lebih penting, diversifikasi perusahaan investasi yang berkontribusi pada dividen," kata dia.
Chief Financial Officer (CFO) Saratoga Lany Wong menambahkan, kinerja perusahaan dipengaruhi oleh sejumlah aksi korporasi perusahaan investasi melalui akuisisi dan divestasi di sektor Sumber Daya Alam (SDA) dan konsumer. Ke depan, Saratoga terus mendorong investasi-investasi baru, baik secara langsung maupun lewat perusahaan investasi.
Selain itu, Saratoga akan tetap fokus di tiga sektor utama. Namun mereka juga terbuka terhadap peluang-peluang baru, seperti hinvestasi di sektor teknologi. "Di tengah dinamika bisnis yang akan terus berlangsung, kami harapkan portofolio bisnis Saratoga akan tetap solid dan tumbuh secara berkelanjutan,” ujar dia.
Sebelumnya, Sandiaga Salahuddin Uno menjual saham miliknya di Saratoga Investama Sedaya pada 6 Desember 2018. Lalu, ia kembali menjual 17,05 juta unit sahamnya di Saratoga senilai Rp 64,38 miliar pada 14 Desember 2018. Dia mengakui, langkah tersebut dilakukan untuk membiayai kampanyenya.