BEI Terapkan Relaksasi Saham 'Gocap' dan Auto Reject di Semester II

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Bursa Efek Indonesia akan terapkan relaksasi aturan saham gocap dan aturan main baru auto reject saham.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
8/3/2019, 15.00 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal menerapkan pelonggaran aturan mengenai batas transaksi saham yang akan membebaskan batas harga minimum saham untuk bisa ditransaksikan pada semester kedua tahun ini. Dengan begitu, saham tidak dihentikan perdagangannya saat harganya sudah menyentuh nilai Rp 50 per lembar saham.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Laksono Widodo mengatakan, relaksasi tersebut tengah dikaji karena supaya perdagangan saham lebih transparan dan dapat diawasi. Saat ini, jika ingin melakukan perdagangan saham 'gocap' harus melalui pasar negosiasi yang tidak dapat diawasi bid dan offer-nya.

"Tidak dijamin karena pasar nego tidak melalui KPEI (Kliring Penjaminan Efek Indonesia). Jadi kita mau karena demand-nya ada, kenapa tidak?" katanya ketika ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (8/3).

(Baca juga:  BEI akan Terapkan Sistem Auto Reject Baru untuk Perdagangan Waran)

Laksono mengatakan, permintaan transaksi saham gocap ini memang ada meski tidak banyak. Untuk itu, pihaknya tidak mempersiapkan secara khusus infrastruktur demi menunjang bertambahnya jumlah transaksi di pasar modal.

Dia pun mengatakan, nantinya pasar negosiasi tidak akan lenyap dan masih diperlukan keberadaannya. Pasar negosiasi tetap dibutuhkan karena ada beberapa transaksi yang secara alami harus diperdagangkan melalui pasar negosiasi.

Sebelumnya, Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi menilai perdagangan di pasar negosiasi tidak mudah. Apalagi, tidak setiap saham bisa dipaksakan untuk melakukan reverse stock split untuk menaikkan nilainya kemudian sahamnya kembali aktif diperdagangkan. Pasalnya, saham yang tidak likuid, akan membuat investor kesulitan saat ingin melepas sahamnya.

Aturan Baru Auto Rejection

Bersamaan dengan aturan saham 'gocap', BEI juga berencana untuk menerapkan aturan baru mengenai penghentian perdagangan secara otomatis (auto reject) bagi emiten yang baru melantai atau melakukan initial public offering (IPO).  Kedua aturan bakal diterapkan bersamaan pada paruh kedua tahun ini.

Dalam aturannya, pergerakan harga saham perusahaan tercatat di pasar modal sudah diatur sesuai auto rejection atas (ARA) dan auto rejection bawah (ARB). Harga saham dengan rentang harga Rp 50 hingga Rp 200 per saham, ARA dan ARB sebesar 35%. Saham di harga Rp 200 hingga Rp 5.000, ARA dan ARB sebesar 25%. Saham yang harganya di atas Rp 5.000 batasnya 20%.

(Baca: Walau Minim Sentimen Positif, IHSG Dibuka Naik 0,3%)

Namun, ada relaksasi kebijakan batasan untuk perusahaan yang melakukan pencatatan perdana. Saham perusahaan tersebut, memiliki batas ARA dan ARB mencapai dua kali lipat dari maksimal batas atas dan bawahnya.

Sehingga, pada perdagangan perdana, saham dengan harga Rp 50-Rp 200 batasnya menjadi 70%, saham antara Rp 200-Rp 5.000 batasnya 50%. Lalu, saham dengan harga di atas Rp 5.000 batasnya 40%.

"Yang berubah mungkin buat yang IPO saja, dulu kan diperbolehkan dua kali (naik dari batas ARA dan ARB). Kalau nanti apakah masih boleh dua kali atau disamakan saja (dengan perdagangan biasa). Arahnya tidak dua kali sepertinya," kata Laksono.

Revisi tersebut diharapkan dapat membuat harga saham emiten lebih normal, tidak melonjak signifikan. Laksono menilai kenaikan harga signifikan tersebut disebabkan oleh distribusi penjualan saham yang tidak merata. Efeknya, saham yang ditawarkan ke publik, hanya dimiliki oleh beberapa orang saja, tidak merata kepada banyak investor.

(Baca: Katadata Market Sentiment Index Prediksi Tren IHSG Maret 2019 Turun)

Reporter: Ihya Ulum Aldin