PT Bank BTPN Tbk. tengah mencari opsi untuk memperbesar kepemilikan saham di publik agar tidak melanggar aturan Bursa Efek Indonesia (BEI). Porsi saham milik publik di BTPN setelah bergabung (merger) dengan Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI) tersisa jauh di bawah level yang telah diatur oleh BEI.
Sejak merger tersebut efektif pada awal bulan ini, saham yang dipegang publik hanya sebesar 1,49%. Padahal sesuai Peraturan Bursa No. 1A tentang pencatatan saham dan efek ekuitas lainnya yang diterbikan perusahaan tercatat, jumlah saham yang dimiliki pemengang saham non-pengendali dan bukan pemegang saham utama, paling sedikit 50 juta saham dan minimal 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor.
Dalam struktur kepemilikan BTPN, mayoritas saham BTPN dimiliki oleh Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) sebesar 97,34%. Lalu, Bank Negara Indonesia (BNI) juga memegang saham BTPN sebesar 0,15%. Sisanya Bank Central Asia (BCA) memegang saham sebesar 1,02%.
"Sekarang kita melakukan komunikasi dengan regulator, bagaimana tingkat saham yang hasil dari cash offer. Komunikasi sudah kita lakukan, tentunya kita akan pastikan bahwa kita akan selalu patuhi pertauran yang berlaku," kata Direktur Utama BTPN Ongki Wanadjati Dana ketika ditemui usai rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) BTPN di Menara BTPN, Jakarta, Jumat (15/2).
(Baca: Demi Naik Kelas Jadi Bank Kakap, BTPN Tak Bagikan Dividen)
Ongki mengatakan, ada beberapa opsi yang tengah dibicarakan oleh pihaknya bersama dengan pemegang saham. Meski begitu, dia tidak bisa mengungkapkan opsi-opsi apa saja yang tengah mereka kaji untuk meningkatkan porsi saham di publik sesuai dengan ketentuan.
Banyaknya saham yang dipegang oleh SMBC merupakan hasil dari pembelian saham milik publik (cash offer) yang dilakukan sesuai aturan terkait merger. Direktur BTNP Dini Herdini mengatakan, pembelian saham milik publik itu merupakan konsekuensi yang dilakukan SMBC untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
"Beberapa opsi tersebut sedang dalam proses assesment dan sedang dianalisa mana yang terbaik untuk perseroan," kata Dini pada kesempatan yang sama. Meski begitu, Dini mengatakan, opsi apa yang bakal diterapkan oleh BTPN merupakan keputusan pemegang saham BTPN. "Itu kan aksi pemegang saham. Yang kami ketahui berdasarkan informasi yang kami peroleh pemegang saham mayoritas," kata Dini menambahkan.
Melalui Right Issue
Salah satu opsi yang bisa dilakukan oleh BTPN untuk menambah porsi melalui aksi Right Issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, skema right issue ini menjadi cara paling umum dilakukan oleh perusahaan untuk menambah porsi saham publik.
"Jadi saham beredar di pasar ditambah agar kepemilikan publik juga bertambah," kata William kepada Katadata.co.id.
Jika BTPN melakukan skema right issue, pemegang saham mayoritas yaitu SMBC seharusnya tidak mengambil haknya untuk membeli saham. Namun, dengan begitu, kepemilikan saham SMBC ke depannya akan terdelusi akibat skema right issue ini.
(Baca: Laba Bersih BTPN Tahun 2018 Melesat 61% Berkat Transformasi Digital)