Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan saham sesi I di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, Selasa (12/2), terkoreksi 1,05% ke level 6.426,67. IHSG mengawali perdagangan hari ini dari zona hijau, naik 0,12% ke level 6.503,05 pada pembukaan pagi ini. IHSG bahkan sempat memperlebar kenaikannya ke level 6.513,10.
Sayangnya, hanya dalam waktu 15 menit IHSG langsung bergerak turun ke zona merah hingga mengakhiri sesi I dengan koreksi yang semakin lebar. Perdagangan saham hingga sesi I berakhir tercatat mencapai Rp 4,58 triliun dari 8,66 miliar saham yang ditransaksikan sebanyak 302.824 kali oleh investor.
Sebanyak 280 saham kinerjanya memerah, hanya 99 saham yang menghijau, sedangkan 113 saham lainnya stagnan. Sementara itu investor asing membukukan penjualan bersih saham senilai Rp 151,03 miliar di pasar reguler.
Ada tiga saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing. Ketiga saham tersebut yaitu PT Astra International Tbk (ASII) dengan penjualan asing mencapai Rp 81,7 miliar, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) Rp 67,7 miliar, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 22,7 miliar.
(Baca: Terkoreksi 0,41%, IHSG Kembali Turun ke Bawah Level 6.500)
Ketiga saham tersebut juga termasuk dalam jajaran saham top losers yang menarik turun kinerja IHSG pada sesi I. Saham Astra terkoreksi 3,44%, Telkom terkoreksi 2,54%, sedangkan saham BCA turun 0,64%.
Sementara itu bursa saham di Asia lainnya menunjukkan kinerja yang bervariasi. Indeks Strait Times saat ini terkoreksi tipis 0,02%, sama halnya dengan KLCI yang turun 0,05% dan PSEi yang turun 0,54%. Kinerja yang positif ditunjukkan indeks Shanghai, Hang Seng, Nikkei, serta KOSPI yang menghijau. Shanghai naik 0,35%, Hang Seng naik 0,01%, Nikkei melesat 2,61%, dan KOSPI naik 0,53%.
Minimnya sentimen penggerak dari dalam dan luar negeri membuat IHSG tidak bertenaga untuk bergerak naik. Sedangkan investor masih terus menantikan hasil perundingan lanjutan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang saat ini tengah berlangsung di Beijing, Tiongkok.
Perundingan dagang lanjutan tersebut berupaya untuk mencari kesepakatan dagang mengingat tenggat waktu berakhirnya gencatan senjata sudah semakin dekat yakni pada 1 Maret mendatang. Perkembangan perundingan dagang ini menjadi fokus perhatian investor di dunia. Jika kedua negara gagal menemukan kata sepakat, AS akan menaikkan tarif impor terhadap produk asal Tiongkok senilai US$ 200 miliar dari semula 10% menjadi 25%.
Dengan demikian, perang tarif akan kembali terjadi antara AS dan Tiongkok. Padahal tidak hanya ekonomi kedua negara tersebut yang terdampak perang tarif, perekonomian dunia turut merasakan dampak dari perang tarif tersebut.
Terakhir, Komisi Uni Eropa telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi zona Euro, dengan perekonomian Jerman terancam jatuh ke dalam resesi, sedangkan Italia sudah masuk ke dalam resesi. (Baca: Lihat Pengalaman, Stanchart Sebut Investasi Saham Menarik Saat Pemilu)