Perlambatan Ekonomi Global di Depan Mata, IHSG dan Bursa Asia Tertekan

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Bursa Efek Indonesia mengadakan konferensi pers mengenai Pengumuman Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2018 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan (27/12). Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan dirinya optimis dengan pergantian tahun ini, meski tahun depan memasuki tahun politik. Justru tantangan terbesar datang dari faktor eksternal yang tak bisa dihindari.
Penulis: Happy Fajrian
23/1/2019, 11.06 WIB

Indeks harga saham gabungan (IHSG) mengawali perdagangan saham hari ini, Rabu (23/1) dari zona merah. IHSG dibuka langsung terkoreksi 0,18% ke level 6.456,88, sejalan dengan kinerja mayoritas bursa saham Asia yang juga mengawali hari ini dibuka di zona merah.

Indeks Strait Times dibuka langsung terkoreksi 0,36%, Hang Seng terkoreksi 0,46%, Nikkei terkoreksi 0,64%, PSEi Filipina turun 1,17%, Kospi Korea terkoreksi 0,41%, dan KLCI Malaysia turun 1,13%. Hanya indeks Shanghai yang pagi ini dibuka di zona hijau dengan kenaikan tipis 0,08%.

Kinerja bursa saham Asia banyak terpengaruh oleh data ekspor/impor Jepang bulan Desember 2018 yang turun cukup signifikan. Nilai ekspor Jepang pada Desember tahun lalu turun 3,8% secara tahunan menurut data kementerian keuangan Jepang.

(Baca: IHSG Berbalik Positif di Pengujung Perdagangan, Naik 0,28%

Turunnya nilai ekspor terutama disebabkan oleh turunnya ekspor ke Tiongkok sebesar 7% karena permintaan produk semikonduktor dan komponen telepon seluler yang melemah. Sementara itu impor tumbuh 1,9%, namun masih lebih rendah dari yang diperkirakan akan tumbuh 3,7%.

Dengan capaian tersebut, untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir, neraca perdagangan Jepang mencatatkan defisit, yaitu sebesar 1,2 triliun yen untuk tahun 2018.

Pertumbuhan ekonomi Jepang pada triwulan III 2018 juga telah menunjukkan kontraksi yang lebih besar dari perkiraan, yaitu -0,6%. Sedangkan inflasi juga turun megalami penurunan dari 0,8% secara tahunan pada November menjadi hanya 0,3% pada Desember yang semakin mengonfirmasi pelemahan pada perekonomian Jepang.

Sementara itu International Monetary Fund (IMF) juga telah merevisi kebawah proyeksi pertumbuhan dunia yaitu sebesar 0,2% lebih rendah untuk tahun ini, dan 0,1% lebih rendah untuk tahun 2020, berdasarkan laporan World Economic Outlook (WEO) terbaru.

Laporan ini juga semakin menegaskan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi global, yang salah satu penyebab utamanya yaitu konflik dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Proses negosiasi dagang antara AS-Tiongkok dijadwalkan akan berlanjut di Washington DC, AS. Dalam cuitannya di media sosial Twitter, Selasa (22/1), Presiden AS Donald Trump mendesak agar Tiongkok tidak lagi "bermain-main" dalam proses negosiasi.

(Baca: Jelang Merger, Saham Bank Danamon Jadi Buruan Investor)

"Tiongkok mencatatkan pertumbuhan ekonomi terendah sejak 1990 karena tensi dagang dengan AS, dan beberapa kebijakan lainnya. Sudah saatnya buat Tiongkok untuk melakukan kesepakatan yang sesungguhnya, dan berhenti bermain-main!" Donald Trump.

Sementara itu pimpinan senat Amerika Serikat (AS) tengah merumuskan rancangan undang-undang untuk menghentikan penutupan layanan publik (government shutdown) yang telah memasuki hari ke-32.