PT Krakatau Steel (Persero) Tbk berencana untuk membangun fasilitas pickling line and tandem cold rolling mill (PLTCM) yang akan memproduksi gulungan baja dingin atau cold rolled coil (CRC) dengan kapasitas produksi 800 ribu ton per tahun. Fasilitas tersebut rencananya dibangun bersama dua perusahaan asing.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, mereka akan menggandeng mitra untuk membentuk usaha patungan atau joint Venture (JV) dengan perusahaan asal Korea Selatan POSCO dan perusahaan asal Jepang Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation. Kebutuhan investasi proyek ini mencapai US$ 200 juta.
Silmy mengatakan, pembentukan JV tersebut masih sangat tentatif. Pasalnya Krakatau Steel bisa saja membentuk JV tersebut dengan keduanya atau salah satunya saja.
"Kita lagi negoisasi ke dua-duanya untuk gabung JV bertiga, akan diputuskan segera. Februari akan ada meeting juga dengan Nippon Steel dan POSCO," kata Silmy di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (4/1).
(Baca: Akuisisi Pabrik Baja, Krakatau Steel Akan Gandeng BUMN Karya)
Hasil dari fasilitas PLTCM tersebut akan menghasilkan gulungan baja dingin yang bisa dimanfaatkan sebagai baja ringan, salah satunya untuk alat-alat elektornik. Silmy mengungkapkan pembangunan fasilitas tersebut akan dimulai pada tahun ini, dan ditargetkan akan dapat dioperasikan mulai 2021 mendatang. "Jadi nanti dari keluaran hot rolled coil kemudian masuk ke PLTCM," kata Silmy.
Selain sedang merencanakan membangun proyek tersebut, Krakatau Steel juga tengah menyiapkan pengoperasian pabrik blast furnace di Cilegon, Banten. Beroperasinya pabrik tersebut akan meningkatkan kapasitas produksi baja Krakatau Steel di sektor hulu.
Menurut Silmy, pengoperasian pabrik tersebut merupakan suatu awal dari rangkaian usaha Perseroan untuk meningkatkan daya saing di sektor hulu, dimana fasilitas blast furnace merupakan teknologi berbasis batu bara. Penggunaan batu bara, menurut Silmy, akan meningkatkan fleksibilitas penggunaan energi serta mengurangi ketergantungan terhadap gas alam yang terus mengalami kenaikan harga dan keterbatasan pasokan.
"Setelah beroperasi, pabrik blast furnace mampu menghasilkan 1,2 juta ton hot metal per tahun. Penggunaan hot metal akan mengurangi biaya produksi di steel making, utamanya dengan menurunkan konsumsi listrik di proses steel making (EAF) karena bahan baku hot metal dimasukkan dalam bentuk cair pada temperatur tinggi (± 1.200°C)," jelasnya.
(Baca: Perkuat Sektor Hulu, Krakatau Steel Operasikan Pabrik Blast Furnace)