Empat Tahun Berturut, IHSG Selalu Koreksi di Tahun Baru

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Bursa Efek Indonesia mengadakan konferensi pers mengenai Pengumuman Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2018 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan (27/12). Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan dirinya optimis dengan pergantian tahun ini, meski tahun depan memasuki tahun politik. Justru tantangan terbesar datang dari faktor eksternal yang tak bisa dihindari.
Penulis: Happy Fajrian
2/1/2019, 19.37 WIB

Indeks harga saham gabungan (IHSG) belum bisa terlepas dari kutukan yang membuat indeks selalu terkoreksi pada perdagangan perdana di tahun baru. Pada penutupan perdagangan hari ini, Rabu (2/1) IHSG melanjutkan tren tersebut dengan koreksi 0,22% ke posisi 6.181,18.

Menurut catatan Bursa Efek Indonesia, tahun baru 2016 IHSG ditutup dengan koreksi 1,46% pada perdagangan hari pertamanya. Pada tahun baru 2017, IHSG ditutup dengan koreksi 0,39%. Terakhir, pada tahun baru 2018, IHSG sempat dibuka di zona hijau namun ditutup terkoreksi 0,25%.

Sementara itu, transaksi saham di BEI hari ini relatif sepi. Nilai transaksi saham tercatat hanya mencapai Rp 7,48 triliun dari 15,26 miliar saham yang diperjualbelikan oleh investor. Sebanyak 157 saham yang naik sedikit menahan laju koreksi IHSG, 258 saham terkoreksi, dan 122 saham stagnan.

Dana asing kembali masuk ke Indonesia dengan investor asing membukukan pembelian bersih sebesar Rp 207,47 miliar. Kendati demikian, dorongan dari dana asing tersebut tidak mampu mengangkat kinerja IHSG ke zona hijau. Sama halnya dengan nilai tukar rupiah yang menguat terhadap seluruh mata uang utama dunia dan Asia yang tidak mampu mengangkat kinerja IHSG.

(Baca: Menko Darmin Yakin Inflasi 2018 Rendah Bukan Imbas Daya Beli Turun)

Rilis data inflasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan kenaikan inflasi bulanan pada bulan Desember 2018 tidak mampu memberi dorongan terhadap pergerakan indeks. Padahal kenaikan inflasi tersebut menunjukkan adanya peningkatan konsumsi masyarakat Indonesia di Desember.

Kendati demikian, rilis data inflasi bulanan tersebut cukup membuat saham-saham di sektor konsumer menjadi lirikan investor. Dari sepuluh indeks sektoral, sektor konsumer naik paling tinggi walau hanya sebesar 0,4%. Sektor properti juga ditutup pada zona hijau hari ini dengan kenaikan 0,19%.

Sayangnya, delapan indeks sektoral lainnya terkoreksi lumayan. Sektor tambang dan industri dasar turun paling dalam. Tambang turun 1,61%, dan industri dasar turun 1,04%. Sektor pertanian juga turun cukup signifikan sebesar 0,8%.

Seluruh bursa regional Asia pun mengalami nasib yang sama dengan IHSG. Dua indeks Tiongkok, indeks Hang Seng dan Shanghai Composite, terkoreksi karena rilis data ekonomi Tiongkok terbaru yang mengecewakan, yaitu manufacturing PMI (purchasing manager's index) yang turun menjadi 49,7 untuk Desember, dari 50,2 pada November.

Turunnya indeks PMI tersebut di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi pada aktivitas manufaktur di Tiongkok yang salah satu penyebabnya adalah perang dagang yang berlangsung dengan pihak AS. Akibatnya, indeks Hang Seng terkoreksi paling dalam di Asia sebesar 2,77%, sedangkan indeks Shanghai terkoreksi 1,15%.

Tercatat hanya indeks PSEi Filipina yang berhasil mencatatkan kinerja positif hari ini, naik 0,31%. Sementara itu, walau terkoreksi, kinerja IHSG adalah yang terbaik kedua setelah indeks Filipina.

(Baca: Gubernur BI Paparkan Peluang di Tengah Prediksi Perlambatan Ekonomi AS)