OJK Siap Rilis Regulasi Equity Crowdfunding pada Januari 2019

Olah foto digital dari 123rf
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Pingit Aria
14/12/2018, 15.17 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan merilis peraturan mengenai instrumen equity crowdfunding melalui penyelenggara digital pada awal 2019. Dengan begitu usaha kecil dan menengah (UKM) dapat mencari dana dengan menjual sahamnya tanpa perlu melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Melalui instrumen ini, pendanaan dibatasi hingga Rp 10 miliar. "Nanti akan terbit di awal bulan Januari 2019. Sekarang sudah diproses di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumhan)," kata Kepala Bagian Pengaturan Emiten Perusahaan Publik dan Pasar Modal Syariah OJK Darmawan di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (14/12).

Secara umum, skema equity crowdfunding akan membantu pertumbuhan ekonomi melalui aliran dana kepada penerbit dan pengguna lain dalam ekonomi riil. Selain itu, skema ini dapat mengisi bagian yang tidak dapat terjangkau oleh perbankan.

Bagi penerbit yang akan melepas sahamnya memalaui pihak platform digital, OJK memberikan beberapa syarat. Penerbit tersebut harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Lalu mereka harus memiliki kekayaan di bawah Rp 10 miliar, di luar tanah dan bangunan.

OJK melarang penerbit yang dikendalikan oleh suatu kelompok usaha (konglomerasi), baik langsung maupun tidak langsung, untuk menggunakan skema urun dana ini. Selain itu, penerbit dengan status perusahaan Terbuka (Tbk) ataupun anak usaha perusahaan Tbk, dilarang menjual sahamnya lewat instrumen ini.

(Baca juga: Tiga Regulasi Bisnis Digital yang Masih Ditunggu)

Adapun, OJK akan mengatur nilai penawaran saham oleh satu UKM hanya Rp 10 miliar dengan jangka waktu penawaran selama 12 bulan. Namun, penerbit saham boleh memecah nilai Rp 10 miliar dalam beberapa kali penawaran.

Masa penawaran pada tiap penawaran adalah selama 60 hari dan hanya dapat menawarkan saham melalui satu penyelenggara dalam waktu yang bersamaan. Penawaran saham akan batal jika minimal dana yang ditargetkan perusahaan tidak terpenuhi selama 60 hari tersebut.

Keuntungan dari instrumen ini salah satunya laporan keuangan penerbit yang minimal disusun hanya berdasarkan Standar Akutansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) non audited. Dengan begitu, persyaratan bagi penerbit lebih ringan dibangingkan jika penerbit mencari pendanaan melalui perbankan. Selain itu, biaya untuk memperoleh pendanaan ini juga menjadi lebih efisien.

Namun, dengan begitu ada risiko informasi asimetris dan kualitas informasi yang diberikan oleh penerbit kepada publik. Salah satu penyebabnya karena laporan keuangan yang berbasis SAK-ETAP non audited. Selain itu ada risiko investor tidak mendapatkan dividen jika perusahaan tidak untung.

Melalui skema pendanaan ini, investor yang membeli saham akan sama seperti instrumen di pasar modal. Mereka akan menerima jatah dividen saat perusahaan mendapatkan laba dan memiliki hak dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan.