Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengkaji aturan terkait auto rejection saham untuk perusahaan-perusahaan yang baru melakukan pencatatan saham perdana atau Initial Public Offering (IPO). Alasannya, banyak pergerakan harga saham yang tidak normal saat perusahaan-perusahaan melakukan IPO.
"Kita melihat IPO-IPO ini kan harganya naik tinggi-tinggi. Kita melihat apakah itu perlu diatur atau tidak," kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Laksono Widodo ketika ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (22/11).
Dalam aturannya, pergerakan harga saham perusahaan tercatat di pasar modal sudah diatur sesuai Auto Rejection Atas (ARA) dan Auto Rejection Bawah (ARB). Harga saham dengan rentang harga Rp 50 hingga Rp 200 per saham, ARA dan ARB sebesar 35%. Saham di harga Rp 200 hingga Rp 5.000, ARA dan ARB sebesar 25%. Saham dengan harga di atas Rp 5.000 batasnya 20%.
Namun, ada relaksasi kebijakan batasan untuk perusahaan yang melakukan pencatatan perdana. Saham perusahaan tersebut, memiliki batas ARA dan ARB mencapai dua kali lipat dari maksimal batas atas dan bawahnya. Sehingga, pada perdagangan perdanan dengan harga Rp50-Rp200 batasnya menjadi 70%. Saham antara Rp200-Rp5.000 sebesar 50%. Lalu, saham dengan harga di atas Rp5.000 batasnya 40%.
Laksono mengatakan, pihaknya sedang mengkaji apakah ke depan batasan untuk pergerakan saham saat hari pencatatan emiten, perlu disamakan seperti peraturan normal atau tidak. Revisi tersebut diharapkan dapat membuat harga saham emiten lebih normal, tidak melonjak signifikan.
Laksono menilai kenaikan harga signifikan tersebut disebabkan oleh distribusi penjualan saham yang tidak merata. Efeknya, saham yang ditawarkan ke publik, hanya dimiliki oleh beberapa orang saja, tidak merata kepada banyak investor.
Sayangnya, Laksono belum bisa memastikan kapan revisi peraturan tersebut bisa diterapkan pada perdagangan di pasar modal. "Lagi dikaji deh pokoknya," kata Laksono ketika ditanya soal waktu penerapan revisi aturan ARA dan ARB ini.
Baru-baru ini, saham yang terkena auto rejection saat pencatatan saham perdana yaitu PT Kota Satu Properti Tbk (SATU). Perusahaan yang resmi melantai di pasar modal pada awal Oktober lalu, sahamnya melejit hingga 69,23% menjadi ke level Rp 198 per lembar saham, membuatnya terkena auto rejection.