PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) memperkirakan pendapatan perusahaan hingga akhir tahun akan turun sekitar 5%. Melambatnya kinerja perseroan disebabkan oleh penurunan harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar dunia yang dalam setahun terakhir mencapai 23% menjadi sekitar US$ 510 per ton.
Direktur Utama PT Sawit Sumbermas Tbk Vallauthan Subraminam mengatakan, perusahaan mengantisipasi penurunan harga CPO dengan meningkatkan volume produksi komoditas tersebut. "Tahun ini (produksi CPO) akan meningkat sekitar 20% hingga 25% (dibandingkan dengan tahun lalu)," kata Subraminam di Graha CIMB, Jakarta, Senin (22/10). Pada 2017, produksi CPO perseroan mencapai 294.613 ton. Dengan asumsi pertumbuhan 20-25%, produksi CPO perseroan tahun ini akan berkisar 353.535 ton-368.266 ton.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan PT Sawit Sumbermas Tbk Nicholas Whittle mengatakan, perseroan fokus pada peningkatan produksi karena perkebunan sawit milik perusahaan masih terbilang muda. Rata-rata umur tanaman sawit yang mereka miliki adalah 8 tahun hingga 9 tahun.
"Padahal, kami sudah punya pohon yang mature atau berumur 13 tahun dengan produksi 30 ton per hektare. Kami punya rencana untuk menuju tingkat produksi rata-rata di atas 30 ton per hektare," kata Nicholas.
(Baca: Tiru Indonesia, Malaysia Dorong Permintaan CPO dengan Biodiesel)
Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
Seiring dengan meningkatnya jumlah produksi CPO di 71 ribu hektare lahan tertanam, perusahaan membangun tiga pabrik pengolahan kelapa sawit baru. Seperti diketahui, saat ini Sawit Sumbermas memiliki 6 pabrik kelapa sawit dengan kapasitas produksi hingga 300 ribu ton per jam. Dengan tambahan tiga pabrik, kapasitas produksi kelapa sawit akan bertambah menjadi 180 ribu ton per jamnya.
Pembangunan salah satu pabrik kelapa sawit akan tuntas pada tahun ini sedangkan dua pabrik lainnya ditargetkan selesai pada 2019. Perusahaan menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 500 miliar hingga Rp 530 miliar pada 2019. Vallauthan mengatakan capex tersebut seluruhnya berasal dari dana internal.
"Tahun depan pendapatan bisa tumbuh sekitar 10% hingga 15% karena produksi kita ini naik. Harga pasar kelapa sawit mentah dunia juga akan improve sedikit," kata Vallauthan.
Perseroan berencana mendorong ekspor produknya sehingga porsi penjualan ekspor hingga akhir tahun ini akan mencapai 58% dari total penjualan. "Tahun ini memang ada penurunan sedikit di ekspor tapi pasar ekspor kami masih kuat ke India, Bangladesh, dan Pakistan. Pasar di sana mayoritas," ujar Nicholas.
Dari ekspor ini, perseroan mendapatkan keuntungan di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, biaya produksi perseroan dalam rupiah tetapi pendapatan dalam dolar AS.
(Baca: Permintaan Global Belum Membaik, Gapki Estimasi Ekspor CPO Turun 5%)