Tekanan jual yang dipicu oleh kepanikan investor membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) longsor 2,81% ke level 5.909,19 poin. Investor asing melepas saham-saham berkapitalisasi pasar besar dengan total nilai penjualan bersih Rp 1,27 triliun.
Sepuluh saham yang paling banyak dilepas investor asing berada di daftar berikut ini:
1. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 560,4 miliar
2. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 463,4 miliar
3. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 102 miliar
4. PT Astra International Tbk (ASII) sebesar Rp 94,1 miliar
5. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) sebesar Rp 57,3 miliar
6. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) sebesar Rp 56,5 miliar
7. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar Rp 46,8 miliar
8. PT United Tractors Tbk (UNTR) sebesar Rp 31 miliar
9. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) sebesar Rp 30,7 miliar
10. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) sebesar Rp 24,2 miliar
IHSG sempat terjerembab dan menyentuh level 5.894,15 poin pada sesi kedua perdagangan hari ini. Indeks LQ45 mencatat penurunan lebih dalam dibandingkan dengan IHSG, yakni 3,58% menjadi 943,29 poin. Seluruh sektor saham mengalami penurunan, indeks sektor pertambangan merosot paling dalam 3,46% menjadi 1.812,46 poin disusul sektor keuangan yang longsor 3,19% menjadi 1.040,44 poin.
Dalam beberapa hari terakhir, tekanan jual di bursa saham terlihat nyata. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu faktor yang membuat investor khawatir nilai investasinya di saham akan tergerus. Sentimen negatif lainnya datang dari ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed) yang akan terjadi lebih cepat mengingat inflasi di negara tersebut terus naik.
Penyesuaian Portofolio
Sejumlah manajer investasi menilai investor harus tetap tenang dan menyesuaikan portofolio investasi sesuai dengan tujuan investasinya. Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan mengatakan, investor tidak perlu panik melihat penurunan yang terjadi di bursa. "Kenaikan suku bunga AS telah diantisipasi oleh pasar," ujar Katarina, di Jakarta, Kamis (26/4).
Kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih kuat, para pembuat kebijakan juga menyiapkan sejumlah kebijakan untuk memperkuat pasar keuangan. "Bank sentral di kawasan Asia secara umum tetap akan menjaga suku bunga rendah di tengah kenaikan Fed Fund Rate. Kebijakan suku bunga rendah tetap bisa dilakukan karena adanya stabilitas inflasi, sinkronisasi pertumbuhan global, dan prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Katarina. BI diperkirakan akan menjaga suku bunga acuan seven days repo rate di kisaran 4,25%-4,75% hingga akhir tahun ini.
Pemulihan ekonomi juga masih terus berlanjut. "Sejumlah inisiatif diluncurkan pemerintah untuk mendukung daya beli, seperti pemberian THR untuk PNS dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, penurunan tarif tol, peningkatan penyerapan dana desa, dan ketersediaan BBM subsidi yang lebih luas," ujar Katarina.
Direktur PT Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo mengatakan, gejolak yang terjadi di pasar lebih disebabkan oleh rebalancing portofolio investor asing yang bersifat sementara. Investor mengurangi investasi di saham karena ada beberapa emiten di sektor konsumsi dan perbankan yang mencatat perlambatan pertumbuhan. Faktor pelemahan nilai tukar rupiah juga menjadi sorotan investor. "Apabila kondisi lebih stabil, investor asing akan masuk kembali," kata Soni. BI perlu melakukan intervensi secara berkala untuk menahan pelemahan rupiah. Saat ini pelemahan rupiah masih sejalan dengan pelemahan mata uang regional lainnya.