Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkapkan ada 11 anak usaha perusahaan pelat merah yang akan melepas sahamnya ke publik. Anak usaha BUMN dari berbagai sektor ini sudah mengajukan untuk melakukan penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO).
"Sekarang ini ada sekitar 11 (anak BUMN) tapi belum ditetapkan. Sebelas ini mengajukan minat, oleh karena itu saya tidak bisa menyebutkan nama," ujar Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (7/2).
Dia mengatakan anak-anak usaha BUMN ini sudah mulai bergerak menyiapkan diri agar dapat melantai di bursa saham. Beberapa perusahaan bahkan sudah ada melakukan audit, mulai mencari legal council, dan mencari penjamin emisi (underwriter).
Menurutnya tidak semua anak usaha BUMN yang bisa melakukan IPO. Syarat utamanya perusahaan tersebut harus memiliki kinerja keuangan yang baik dalam tiga tahun berturut-turut. Dari 11 anak usaha BUMN ini, Aloysius belum bisa memberitahu apakah semuanya siap mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Yang sudah paling maju itu seperti Tugu (anak usaha Pertamina di bisnis asuransi, PT Tugu Pratama Indonesia)," ujarnya. (Baca: Diminati Asing, Saham IPO Anak Usaha Pelindo II Oversubscribe 2 Kali)
Saat ini Kementerian BUMN sedang mempertimbangkan untuk membentuk komite yang mengatur rencana aksi korporasi BUMN beserta anak-anak usahanya. Menurut Aloysius, komite ini tidak untuk mengawasi, tapi mengatur proses dan persiapannya agar lebih rapi.
"Komite ini yang akan membantu Ibu Menteri (Rini Soemarno) bersama para Dirut BUMN yang anak (usaha)-nya mau maju," kata Aloysius.
Komite ini akan beranggotakan para deputi Kementerian BUMN, pengamat pasar modal, dan komite kebijakan publik. Tujuan pembentukan komite ini untuk memberikan rekomendasi pada aksi-aksi korporasi BUMN. (Baca: Belum Siap, IPO Sembilan Anak Usaha BUMN Mundur)
Meski begitu, Aloysius menegaskan bahwa komite ini tidak bisa mengambil keputusan soal aksi korporasi yang akan dijalankan. "Bukan approval, itu tetap ada di Bu Menteri. Mereka (komite) hanya memberikan opini, kemudian membantu monitoring," ujarnya.