Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Aturan ini menjadi dasar pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan. Informasi ini dinilai menjadi sentimen positif bagi pergerakan saham emiten BUMN tambang.
Inalum akan menjadi holding BUMN pertambangan membawahi tiga emiten BUMN tambang, yakni PT Antam (Persero) Tbk., PT Bukit Asam (Persero) Tbk., dan PT Timah (Persero)Tbk.A nalis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan berita adanya holding ini memberikan sentimen positif bagi pelaku pasar.
"Saat ini (harga saham 3 BUMN tambang) mengalami kenaikan. Menurut saya (holding) ini positif, karena Inalum sangat capable di industri pertambangan," ujarnya. (Baca: Lapor Jokowi, Inalum Mampu Beli Saham Freeport Setelah Jadi Holding)
Terdapat beberapa keuntungan adanya pembentukan holding ini, diantaranya perusahaan tambang bisa lebih efisien dalam menjalankan bisnisnya, dapat memaksimalkan kinerja, dan leluasa melakukan ekspansi bisnis. Namun, terdapat juga kelemahannya, yakni emiten tambang harus mencari proyek secara mandiri dan mencari sumber pendanaan sendiri tanpa bantuan pemerintah.
Meski begitu, kelemahan ini tidak berpengaruh terhadap pergerakan saham emiten-emiten BUMN tambang tersebut. Hal ini terlihat dari perspektif analisis teknikal pergerakan sahamnya. Untuk Antam, terlihat pola tweezer bottom candlestick pattern yang mengindikasikan adanya potensi stimulus beli dengan jangka pendek di level Rp 725. Untuk, PT Timah, terlihat pola bullish tri star doji candlestick pattern yang mengindikasikan adanya potensi stimulus beli dengan jangka pendek di level Rp 945.
Kemudian, untuk Bukit Asam, terlihat pola bullish spinning top candle yang mengindikasikan adanya potensi stimulus beli dengan jangka pendek dan menengah di level Rp 12.075 dan Rp 13.975. "Selama kinerja fundamental emiten BUMN tambang tersebut bagus dan memiliki prospek yang positif ke depannya, maka para pelaku investor akan mengapresiasinya," ujarnya.
(Baca: Pembentukan Holding Jadi Kunci Pemerintah Konsolidasikan BUMN)
Terkait dengan pembentukan holding BUMN tambang ini, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menjelaskan pihaknya telah menerbitkan payung hukum pembentukan holding pertambangan. "Sudah diundangkan sejak tanggal 14 November 2017," ujar Harry kepada Katadata, Jakarta, Jumat (17/11).
Dengan terbitnya aturan ini, kata Harry, pembentukan holding tambang ini akan segera direalisasikan setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Rapat ini akan meng-inbreng-kan saham milik pemerintah di tiga emiten BUMN tambang ke dalam Inalum. Alhasil, setelah berada di bawah holding Inalum, ketiga perusahaan ini pun berubah statusnya tidak lagi sebagai BUMN, tapi anak usaha BUMN.
Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra memastikan perubahan status ketiga perusahaan tersebut tidak menghilangkan kontrol negara terhadap. Ketiganya, tetap diperlakukan sama seperti BUMN untuk hal-hal yang bersifat strategis. Hal ini diatur dalam PP 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
"Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding. Termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi," ujarnya.
Ketiganya pun tidak perlu melaksanakan kewajiban melakukan penawaran tender wajib (tender offer) sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Karena walaupun terjadi perubahan pemegang saham utama (negara), tetapi tidak terjadi perubahan pengendali, lantaran Inalum 100 persen dimiliki negara.
(Baca: Pemerintah akan Kaji Perkembangan Bisnis Anak dan Cucu BUMN)