Anak Usaha Garuda Indonesia Incar Dana Segar Rp 3,2 Triliun dari IPO

ANTARA FOTO/Moch Asim
Pengunjung memesan tiket di agen perjalanan pada Garuda Indonesia Travel Fair (GATF) 2017 di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/3).
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yuliawati
11/9/2017, 18.19 WIB

PT Garuda Maintenance Facility Aeroasia (GMF) berencana melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) yang dimulai dengan sesi penawaran pada bulan September 2017. Anak usaha dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menargetkan perolehan dana segar paling banyak sebesar US$ 200-250 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun-Rp 3,2 triliun dari aksi korporasi tersebut.

(Baca: September, Anak Usaha Garuda Lepas 15-30 Persen Saham ke Publik)

Direktur Utama GMF Iwan Juniarto menuturkan, total saham yang ditawarkan sebanyak-banyaknya 10,89 miliar lembar saham. Jumlah tersebut setara dengan 30% dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor GMF setelah IPO dengan 20% dibatasi untuk financial investor. Sedangkan, sisa 10% khusus untuk mitra strategis (strategic partner) yakni beberapa perusahaan luar negeri. Iwan mengatakan, rentang harga per lembar sahamnya sekitar Rp 390-Rp510.

"Ini IPO industri MRO terbesar sejak terakhir kali dilakukan pada 17 tahun lalu oleh Singapura, SIA Engineering Company," ujar Iwan saat konferensi pers, di Hotel Four Seasons, Jakarta, Senin (11/9).  (Baca: Empat Anak Usaha BUMN Ditargetkan Raup Rp 11 T dari IPO Tahun Ini)

Masa penawaran awal akan berlangsung 11-21 September 2017. Sedangkan, untuk penjamin emisi efek (underwriter), sudah ada empat perusahaan yang membentuk join lead yakni Mandiri Sekuritas, BNI Sekuritas, Bahana Sekuritas, dan Danareksa Sekuritas. Dengan nilai tersebut, IPO GMF diklaim sebagai yang terbesar dalam industri Maintenance, Repair, & Overhaul (MRO).

(Baca: Punya Dirut Baru, GMF Ditargetkan IPO Tahun Ini)

Iwan melanjutkan, IPO ini dilakukan untuk pendanaan dalam rangka ekspansi GMF ke depannya. Sekitar 60% dana bersih dari hasil aksi korporasi akan digunakan untuk mendanai investasi GMF dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di Line MRO. Sedangkan, sekitar 15% untuk refinancing  atau pinjaman kembali dan sisanya untuk kebutuhan modal kerja.

"Rencana ekspansi GMF akan berfokus pada peningkatan kapasitas dan kapabilitas dengan cara memperbaharui teknologi dan skill sumber daya manusia, sehingga, GMF dapat menjadi total solutions provider yang memberikan pelayanan terintegrasi bagi pelanggan," kata Iwan.

 (Baca: Belum Siap, IPO Sembilan Anak Usaha BUMN Mundur ke Akhir 2017)

Iwan kembali menjelaskan, saat ini GMF juga tengah berusaha mencapai visi perusahaan masuk dalam 10 besar perusahaan MRO (Maintenance, Repair, dan Overhaul) dunia atau Top 10 MRO in The World pada 2020 dengan target pendapatan mencapai US$ 1 miliar pada tahun 2021 mendatang.

Target ini akan dicapai dengan berbagai strategi yang dilakukan, melalui tiga pilar utama yaitu Human Centric, Business Expansion, dan Technology Driven.

Hingga tahun 2016 sendiri, EBITDA margin GMF sebesar 26% yang tercatat sebagai salah satu yang tertinggi di industri MRO. Pertumbuhan pendapatan telah mencapai double digit selama 3 tahun terakhir, dengan tumbuh 27,18% pada 2016 atau sebesar US$ 389 juta. Sedangkan, laba bersih 2016 sebesar US$ 57,7 juta.

Saat ini, GMF telah mendapat Certificate of Approval dari DKPPU (Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara) Kementrian Perhubungan RI, Federal Aviation Administration (FAA – Amerika), European Aviation Safety Agency (EASA – Eropa), Civil Aviation Security Authority (CASA – Australia) serta lebih dari 25 negara lain di dunia.

Pada 2016 lalu, GMF mendapat predikat “low risk” MRO dari badan otoritas Amerika (FAA), dan di tahun 2017 meningkat menjadi MRO dengan “Very High Level Quality”.

Iwan menjelaskan, untuk menjadi total solutions provider, GMF telah mendirikan 'Hanggar 4 GMF' yang merupakan hanggar pesawat narrow body terbesar di dunia dan merupakan satu-satunya hanggar yang dapat menampung 16 pesawat sekaligus. Selain hanggar, GMF juga merupakan satu-satunya pemilik lisensi Airbus Remote Training Center (ARTC) di dunia yang menyediakan pelatihan reparasi dan perawatan pesawat berstandar internasional.

“Menjadi total solutions provider merupakan esensi kami dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas teknologi serta pelayanan untuk menyerap potensi bisnis MRO yang sebenarnya masih sangat baik di dalam maupun luar negeri,” ujar Iwan.

Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N. Mansyuri pernah mengatakan, aksi korporasi ini dilakukan untuk menunjang target pertumbuhan kinerja keuangan perusahaan. Tahun ini GMF ditargetkan meraih pendapatan sebesar US$ 454 juta dengan laba bersih sebesar US$ 69 juta. Target pendapatan tumbuh 17,3% dan laba bersih 19% dibandingkan realisasi tahun lalu.