Bursa Saham Melempem, Wapres Kalla Salahkan Perbankan

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
30/12/2015, 19.23 WIB

KATADATA - Tahun ini, Bursa Efek Indonesia mencatatkan hasil yang mengecewakan. Pada hari terakhir perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini, Rabu (30/12), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup di level 4.593, anjlok 12,1 persen dari akhir 2014. Ini merupakan penurunan terdalam IHSG selama tujuh tahun terakhir. Selain faktor eksternal, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyoroti kebijakan suku perbankan sebagai penyebab melempemnya kondisi bursa saham.

"Sederhana saja, orang mau berinvestasi punya pilihan. Kalau (bunga) deposito lebih tinggi, orang akan memilih deposito daripada di bursa (saham)," katanya dalam pidato penutupan perdagangan saham 2015 di BEI, Jakarta, Rabu (30/12).

Kondisi bursa saham domestik yang lesu darah tahun ini tergambar dari penurunan rata-rata nilai transaksi harian saham. Per 28 Desember lalu,  rata-rata nilai transaksi harian saham tahun ini turun sebesar 4 persen dibandingkan 2014 menjadi Rp 5,8 triliun per hari. Namun, rata-rata frekuensi transaksi harian saham tahun ini mencatat kenaikan 4,4 persen menjadi 221.942 kali transaksi. Adapun penurunan IHSG tahun ini turut menggerus nilai kapitalisasi pasar saham sebesar 7,5 persen menjadi Rp 4.834 triliun.

Menurut Kalla, perekonomian Indonesia pada tahun ini memang menghadapi gejolak, baik akibat faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal itu berupa perlambatan ekonomi di negara-negara maju. Kondisi tersebut menyebabkan menurunnya permintaan komoditas, yang selama ini menjadi produk andalan ekspor Indonesia. Sedangkan dari sisi internal, ada masalah yaitu lambannya penyerapan anggaran Kementerian dan Lembaga (K/L) sehingga turut mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.

(Baca: Dana Asing Kabur Rp 22,6 Triliun, IHSG Anjlok 12 Persen Selama 2015)

Tahun depan, Kalla menjanjikan, pemerintah akan memacu pertumbuhan ekonomi dengan mempercepat penyerapan anggaran. Hal ini agar seluruh sektor dapat tumbuh sehingga dampak perlambatan ekonomi akibat faktor internal bisa diminimalisir. "Selain itu reorganisasi (kementerian) sudah selesai maka kami yakin pertumbuhan (ekonomi 2016) akan lebih baik," imbuhnya.

Terkait masih tingginya suku bunga perbankan, Kalla mengatakan, setidaknya pemerintah akan mencoba menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hal ini agar pengusaha tidak mencari untung dari tingginya bunga namun dari pertumbuhan ekonomi. "Jadi maju kita bersama-sama dan jangan maju sepihak saja," tukasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad mengatakan, BEI tidak sendirian mengalami penurunan tahun ini. Ada banyak negara tetangga di kawasan ASEAN yang juga menderita penurunan indeks bursa saham.

Sekadar informasi, per 28 Desember lalu, hanya ada tiga indeks bursa saham di Asia yang berhasil tumbuh tahun ini. Yakni indeks Shanghai Composite Cina naik  9,3 persen, indeks Nikkei 225 Jepang meningkat 8,2 persen, dan indeks Kospi Korea Selatan tumbuh 2,53 persen. Sedangkan beberapa indeks bursa saham di ASEAN menderita penurunan: indeks Strait Times Singapura minus 14,6 persen, indeks SET Thailand minus 14,1 persen, indeks PSE Filipina turun 3,4 persen dan indeks FTSE BM KLCI Malaysia minus 5,14 persen.

Meski begitu, Muliaman mencatat, beberapa indikator pasar modal masih mencatatkan hasil menggembirakan tahun ini. Ada 18 emiten baru di bursa saham, sebanyak 69 ribu investor baru, pertumbuhan reksadana sebesar 12 persen, dan pembelian bersih (net buy) asing di surat utang negara (SUN) mencapai Rp 89 triliun.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution