KATADATA ? Bursa saham Indonesia kembali anjlok. Penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) ini sudah terjadi berturut-turut sejak sepekan lalu.
Dalam perdagangan Rabu (29/4), IHSG ditutup turun 2,6 persen ke posisi 5105,6. Bahkan indeks sempat turun 4,3 persen pada pukul 14.13 WIB. Posisi indeks ini merupakan yang terendah dalam 18 pekan. Selama enam hari perdagangan, secara akumulasi IHSG sudah turun 6,5 persen.
Pasar terkoreksi lantaran turunnya ekspektasi terhadap Presiden Joko Widodo untuk dapat menyelesaikan sejumlah persoalan di Tanah Air. Persepsi ini dipengaruhi oleh sejumlah peristiwa yang terjadi dalam sepekan terakhir. Eksekusi terhadap delapan terpidana mati yang dilakukan Rabu (29/4) dini hari turut membawa indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI) merosot.
Head of Financial Market Research Rabobank Group Michael Every mengatakan, eksekusi terhadap tujuh narapidana warga negara asing dan satu narapidana Indonesia itu tidak ramah terhadap investor asing. ?Sulit untuk menemukan sesuatu yang lebih positif lagi dalam politik atau ekonomi Indonesia akhir-akhir ini,? kata dia seperti dikutip dari Bloomberg.
(Baca Ekonografik: Penyebab Anjloknya Bursa Saham Indonesia)
Bahkan, kinerja indeks selama enam hari ini merupakan yang terburuk sejak Jokowi, demikian dia kerap dipanggil, menduduki kursi kepresidenan pada 20 Oktober tahun lalu. Situasi yang berkebalikan saat Jokowi diumumkan sebagai calon presiden pada 14 Maret 2014. Pencalonan Jokowi ketika itu memunculkan istilah ?Jokowi Effect? yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks sebesar 3,2 persen.
(Baca: Jokowi Resmi Jadi Capres, IHSG Langsung Melejit)
Jokowi dinilai berhasil saat memimpin Solo dan Jakarta. Di dua daerah ini, Jokowi menampilkan kepemimpinan yang tegas dengan membenahi pedagang kaki lima dan memindahkan penduduk di kawasan kumuh. Dia pun dinilai berhasil memperbaiki kinerja aparat birokrasi Jakarta yang dianggap korup.
Namun, alih-alih sebagai wujud ketegasannya, kengototan Jokowi mengeksekusi delapan narapidana dari sembilan narapidana yang direncanakan, justru dianggap sebagai bukti kelemahannya sebagai presiden. Jokowi malah gagal menunjukkan ketegasannya untuk menyelesaikan kekisruhan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
(Baca: Gairah Pasar Menyambut Jokowi)
Dia pun tidak mampu menolak desakan partai koalisinya untuk mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Meskipun Budi Gunawan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sebaliknya, Jokowi sangat tegas untuk mengeksekusi para narapidana mati.
?Karena hanya seorang pemimpin lemah yang dapat mengeksekusi orang tidak berdaya untuk membuktikan kekuatannya,? kata Peter Hartcher, editor desk internasional harian Sydney Morning Herald.
Peran dan Utang IMF
Jokowi juga memunculkan kontroversi saat menyebut Indonesia masih membutuhkan Dana Moneter Internasional (IMF), karena masih memiliki utang ke lembaga multilateral itu. Pernyataan Jokowi menimbulkan polemik karena mendapatkan tanggapan dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa Indonesia sudah melunasi seluruh utang ke IMF sejak 2006.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Bank Indonesia (BI) pun mengklarifikasi pernyataan Jokowi bahwa dana IMF yang ditempatkan di BI merupakan bagian dari pengelolaan cadangan devisa, sebagai konsekuensi keanggotaan Indonesia di IMF. (Baca: IHSG Jatuh Setelah Jokowi Kritik Bank Dunia dan IMF)
Polemik ini, kata David Nathanael Sutyanto, analis First Asia Capital, ikut mempengaruhi kinerja IHSG hari ini. ?Kontroversi dan menimbulkan pengaruh negatif. Makanya indeks hari ini turun,? kata dia yang dihubungi Katadata, Rabu (29/4).
Kontroversi soal IMF ini merupakan kelanjutan dari pidato Jokowi di depan forum Konferensi Asia Afrika pekan lalu. Di depan pemimpin Asia Afrika, Jokowi mengkritik keras keberadaan lembaga internasional, seperti IMF, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Pernyataan yang terkesan bertentangan dengan pidatonya di depan forum bisnis World Economic Forum yang mengundang investor untuk datang ke Indonesia.
Tidak Sesuai Harapan
Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi mengatakan, turunnya indeks lantaran ekspektasi terhadap Jokowi tidak sesuai dengan harapan saat pemilihan umum. Ini terlihat dari kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal I yang diperkirakan meleset dari target.
?Saat pemilu euforia tinggi, kalau Presiden Joko Widodo bisa begini begitu. Tapi ternyata penyerapan anggaran tidak telalu bagus. Pembangunan infrastruktur juga nggak sesuai harapan. Jadi mungkin ke sana (pengaruhnya),? tutur Eric saat dihubungi Katadata.
(Baca: IHSG Anjlok Terimbas Pertumbuhan Ekonomi yang Melambat)
Menurut Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih, adanya kekhawatiran tidak tercapainya penerimaan pajak bisa menyebabkan terhambatnya pengeluaran pemerintah. Artinya, pertumbuhan ekonomi dapat meleset dari target sebesar 5,7 persen.
Apalagi di tengah turunnya konsumsi masyarakat, pengeluaran pemerintah merupakan andalan untuk mendorong perekonomian. Ini terlihat dari turunnya impor, terutama impor bahan baku dan modal. Alhasil meskipun surplus, neraca perdagangan tidak sehat.
?(Impor turun) jadi investasi di produksi turun, dan ada indikasi permintaan masyarakat turun. Jadi yang dorong ekonomi ya pemerintah, tapi pemerintah sendiri keuangannya kok tidak meyakinkan,? kata Lana melalui sambungan telepon.
Situasi ini yang mendorong indeks melemah dalam beberapa hari terakhir. Apalagi pada saat yang sama laporan kinerja keuangan sejumlah emiten tercatat negatif. Misalnya, PT Bank Mandiri Tbk, PT Astra International Tbk, serta PT Jasa Marga Tbk yang kinerja selama kuartal I-2015 tidak sesuai ekspektasi.