PT Danayasa Arthatama resmi mengundurkan diri (delisting) sebagai emiten tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai Senin (20/4). Perusahaan pengelola kawasan bisnis Sudirman Central Business District (SCBD) yang menjadi emiten selama 18 tahun telah memenuhi syarat dan prosedur untuk mengundurkan diri secara sukarela (voluntary delisting) sebagai perusahaan tercatat di bursa.
Danayasa yang memiliki kode saham SCBD merupakan perusahaan di bidang properti dan real estate yang bergabung dalam Grup Artha Graha, milik pengusaha Tomy Winata. Perusahaan ini pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Surabaya (sekarang BEI) pada 19 April 2002 dengan melepas 100 juta unit saham ke publik. Dengan harga penawaran Rp 500 per saham, SCBD saat itu mampu meraup dana segar senilai Rp 50 miliar.
(Baca: Disetujui Bursa, SCBD Resmi Undur Diri dari BEI Hari Ini )
Berdasarkan website resminya, perusahaan pernah melakukan penawaran umum terbatas (PUT) dengan memesan efek terlebih dahulu di BEI atas 630,36 juta unit saham pada 2004 silam. Saat itu, perusahaan meraup dana senilai Rp 393 miliar dengan harga per saham Rp 625.
SCBD pun pernah melakukan pembelian kembali saham alias buyback saham sejumlah 4,87 saham senilai Rp 12,48 miliar di BEI pada 2014 lalu. Aksi korporasi tersebut dilakukan melalui enam kali masa pembelian dengan harga rata-rata Rp 2.563 per saham.
Titik awal perjalanan bisnis perusahaan saat membangun kawasan SCBD dengan masterplan yang disusun pada periode 1987 hingga 1992. Setahun setelah proyek selesai, perusahaan mentransformasi lahan seluas 45 hektar di jantung Segitiga Emas Jakarta menjadi kawasan SCBD.
Gedung perkantoran pertama yang selesai dibangun di kawasan SCBD, yaitu Gedung Artha Graha pada 1995. Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) selesai dibangun tiga tahun setelahnya dan hingga kini masih menjadi pusat perdagangan saham di dalam negeri.
(Baca: Kresna Aji Tawar 2 Kali Lipat Harga Saham SCBD yang akan Delisting)
Selain gedung-gedung perkantoran, SCBD juga merupakan kawasan hunian dan pusat perbelanjaan. Seperti pada periode 2004-2006, Apartemen SCBD Suites dan Capital Residence selesai dibangun. Sementara periode 2007-2011, One Pacific Place (retail, hotel, dan apartemen eksklusif) dan Equity Tower selesai dibangun.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru, triwulan III 2019, Danayasa berhasil membukukan laba bersih senilai Rp 33,5 miliar. Sayangnya, laba bersih tersebut turun hingga 29,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 47,53 miliar.
Penurunan laba bersih tersebut, salah satunya disebabkan oleh turunnya pendapatan usaha perusahaan sebesar 2,41% secara tahunan. Hingga triwulan III-2019, SCBD mengantongi pendapatan senilai Rp 774,01 miliar, sedangkan periode yang sama tahun sebelumnya bisa mengantongi Rp 793,16 miliar.
SCBD Ajukan Delisting sejak 2017
Penghapusan pencatatan efek (delisting) SCBD dari jajaran emiten secara sukarela oleh perusahaan. Pengunduran diri tersebut setelah sejak 28 Juli 2017, saham SCBD disuspensi oleh otoritas Bursa. Penghentian perdagangan tersebut, berkaitan dengan Pemenuhan Ketentuan V.2 Peraturan Bursa No. I-A, di mana SCBD tidak memenuhi syarat jumlah pemegang saham minimal 300 pihak.
Sebelum perdagangannya dihentikan bursa, saham SCBD diperdagangkan di harga Rp 2.700 per saham. Sedangkan berdasarkan data RTI Infokom, per 30 November 2019, sebanyak 82,41% saham SCBD dikuasai oleh PT Jakarta International Hotels & Development Tbk.
Lalu PT Kresna Aji Sembada mengempit 8,87% saham, dan publik sebesar 8,57%. Saham sisanya merupakan saham treasury sebanyak 0,15%. Adapun kepemilikan Tomy Winata pada perusahaan ini sebanyak 2.000 unit saham atau setara 0,0001%, di mana dia merupakan Komisaris Utama Danayasa.
Atas proses delisting secara sukarela tersebut, PT Kresna Aji Sembada mengumumkan akan melakukan tender sukarela untuk membeli 2,13 juta saham milik publik (setara 0,07%) dari total saham SCBD.
Dalam dokumen yang diunggah SCBD pada keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu (12/2), dijelaskan bahwa saham tersebut akan dibeli dengan harga Rp 5.565 per sahamnya, sehingga total nilai tender mencapai Rp 11,85 miliar.
Harga yang ditawarkan tersebut merupakan harga premium karena lebih dari dua kali lipat dari harga saham SCBD saat perdagangannya dihentikan oleh Bursa yaitu Rp 2.700 per saham. Harga tersebut juga lebih besar 22,75% dari harga penilaian oleh Penilai Independen sebesar Rp 4.534 per saham.
Sehingga, dengan dilaksanakannya tender sukarela ini, maka porsi saham milik Kresna Aji akan naik menjadi 8,93% dari sebelumnya 8,86%. Sedangkan saham milik publik menjadi 8,51% dari sebelumnya 8,58%. Adapun saham yang dimiliki oleh PT Jakarta International Hotels & Development Tbk (JIHD) tetap sebesar 82,41%.
Dengan dicabutnya status SCBD sebagai emiten, maka perusahaan kini tak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat. Namun, apabila perseroan ingin kembali mencatatkan sahamnya di Bursa, maka proses pencatatan saham dapat dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku.
(Baca: Disuspensi Dua Tahun, Saham Pemilik SCBD Akan Hengkang dari Bursa)