Perusahaan Tiongkok Didepak dari Bursa AS, Ini Efeknya ke Wall Street

ANTARA FOTO/REUTERS/Brendan McDermid/AWW/dj
Pialang saham di bursa saham New York Stock Exchange, New York, Amerika Serikat.
Penulis: Happy Fajrian
10/6/2020, 16.35 WIB

Keinginan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mendepak perusahaan Tiongkok dari pasar modal AS semakin mendekati kenyataan. Senat AS telah meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang dapat melarang perusahaan Negeri Panda melantai di Wall Street.

Lalu jika semua perusahaan Tiongkok terdepak dari pasar modal AS, bagaimana dampaknya ke Wall Street? Profesor ahli hukum Unversitas Harvard, Jesse Fried,  tidak yakin aturan tersebut akan membuat investor AS merasa dilindungi dan malah berpotensi memukul Wall Street.

"Tujuan aturan ini untuk melindungi investor Amerika, tapi saya tidak yakin investor akan merasa lebih baik. Jika RUU ini lolos menjadi undang-undang (UU) berpotensi menjadi bumerang bagi Wall Street," ujar Fried seperti dikutip CNBC International, Rabu (10/6).

RUU tersebut akan mengharuskan perusahaan-perusahaan yang melantai di Wall Street menyatakan bahwa “mereka tidak dimiliki atau dikendalikan oleh pihak asing”, dan harus bersedia diaudit oleh regulator selama tiga tahun berturut-turut.

(Baca: Wall Street Diramal Makin Anjlok, AS Kebut UU Bantuan Tunai Bagi Warga)

Aturan ini seakan memang ditujukan khusus untuk perusahaan Tiongkok. Pasalnya, selama 10 tahun perusahaan Negeri Panda melantai pasar modal AS, laporan keuangan mereka tidak pernah diaudit oleh regulator seperti yang harus dialami perusahaan lainnya.

 “Sangat tidak mungkin pemerintah Tiongkok mengizinkan audit terhadap perusahaan mereka di negaranya,” kata Fried.

Apalagi ada peluang besar perusahaan-perusahaan besar Tiongkok, seperti Alibaba, akan menghentikan perdagangan efeknya di AS tiga tahun setelah aturan itu keluar.

Jika ini terjadi, harga saham perusahaan-perusahaan Tiongkok akan jatuh, dan orang-orang di balik perusahaan tersebut bisa mengakuisisi saham yang dimiliki investor AS dengan harga yang sangat murah.

“Kemudian mereka akan melisting kembali perusahaannya di bursa Hong Kong, Tiongkok, atau bursa lainnya. Ini akan merugikan investor Amerika,” ujar Fried.

(Baca: Wall Street dan Bursa Global yang Terkerek Harapan Atas New Normal

Selain itu pemerintah Tiongkok dipercaya tidak akan membiarkan perusahaan di negaranya terus melantai di Wall Street. Pasalnya sudah sejak lama Beijing membangun pasar modal Tiongkok untuk menarik kembali perusahaan yang melantai di pasar modal luar negeri.

“Tiongkok sangat tertarik untuk mengembangkan pasar modalnya, dan akan sangat menarik jika Alibaba bisa melantai di bursa Shanghai atau bursa Tiongkok lainnya. Hal ini semakin dimungkinkan jika mereka delisting di Wall Street,” kata Fried.

Tiongkok pun telah mengembangkan papan teknologi ala Nasdaq yang bernama the Science and Technology Innovation Board atau ‘STAR Market’.

Sedangkan bursa Hong Kong beberapa tahun terakhir telah mengizinkan perusahaan Tiongkok melakukan ‘secondary listing’. Perusahaan bioteknologi yang belum memiliki pendapatan atau profit pun dapat go public di sana.

(Baca: Hubungan AS-Tiongkok Terus Memanas, Bursa Saham Asia Memerah)

Oleh karena itu dia memperkirakan aturan tersebut tidak akan lolos menjadi undang-undang. Apalagi dia yakin Wall Street akan menentang aturan tersebut. Bahkan DPR yang dikendalikan partai Demokrat belum melakukan pemungutan suara untuk meloloskan RUU tersebut.

“Karena Wall Street mendapatkan banyak uang dari perusahaan Tiongkok yang listing. Sehingga mereka akan menekan Demokrat untuk tidak melakukan pemungutan suara RUU tersebut,” kata Fried.

Pasalnya jika sampai masuk ke dalam proses pemungutan suara, akan sulit mencegah beleid tersebut menjadi UU karena tingginya sentimen anti Tiongkok di AS, baik dari kubu Demokrat maupun Republik.

Beberapa bulan terakhir hubungan AS dan Tiongkok pun kian panas, mulai dari urusan perang dagang, pertikaian terkait asal mula virus corona, hingga terkait undang-undang keamanan nasional Hong Kong yang baru.

(Baca: AS-Tiongkok Ribut Soal Asal Virus Corona, IHSG)