Indeks harga saham gabungan atau IHSG mengakhiri perdagangan saham awal pekan ini, Senin (15/6) turun 1,31% ke level 4.816,33. Koreksi indeks dalam negeri terseret arus kejatuhan bursa saham Asia yang dipicu ketakutan investor terhadap ancaman gelombang kedua Covid-19.
Pasalnya, IHSG sempat naik 0,77% di level 4.918,05 pada awal perdagangan hari ini meski mengawali perdagangan langsung masuk ke jalur merah. Sepanjang sesi pertama IHSG pun lebih banyak melaju di jalur hijau.
Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama menilai bahwa penguatan di awal hari tersebut merupakan apresiasi pasar terkait dengan kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam membuka mal di ibu kota.
"Di sisi lain, market juga mengapresiasi kinerja neraca perdagangan per Mei yang di luar ekspektasi," katanya kepada Katadata.co.id hari ini.
(Baca: Investor Asing Lepas Saham, IHSG Sesi I Turun 0,06%)
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Mei 2020 surplus mencapai US$ 2,09 miliar. Ini jauh membaik dibandingkan April yang tercatat defisit sebesar US$ 350 juta, maupun periode yang sama tahun lalu US$ 2,5 miliar.
Meski begitu, karena pasar di kawasan Asia mayoritas memerah, indeks dalam negeri pun terkena efek domino negatifnya. Menurut Nafan turunnya pasar di kawasan Asia karena adanya kekhawatiran gelombang kedua penyebaran Covid-19.
Hal senada juga disampaikan oleh analis Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi yang menilai bahwa penurunan indeks-indeks di kawasan Asia setelah adanya bukti gelombang kedua dari Covid-19 di seluruh dunia menghancurkan harapan pemulihan ekonomi yang lebih cepat.
"Lebih dari 20 negara bagian Amerika Serikat (AS) melihat peningkatan dalam beberapa kasus virus, Tokyo melaporkan lompatan akhir pekan dan wabah baru di Beijing mendorong para pejabat untuk menutup pasar di sana," kata Lanjar.
(Baca: Kenaikan IHSG Dibayangi Kasus Corona, Saham Tambang Direkomendasikan)
Bursa-bursa utama di kawasan Asia hari ini turun tajam. Seperti Nikkei 225 di Jepang dan Hang Seng di Hong Kong yang masing-masing turun hingga 3,47% dan 2,16%. Lalu ada Shanghai Composite di Tiongkok dan Strait Times di Singapura yang turun 1,02% dan 2,53%.
Sejalan dengan penurunan indeks di kawasan Asia, bursa berjangka Dow Jones Index Future di Amerika Serikat (AS) bergerak turun 2,5%. Begitu juga bursa di Eropa yang mengawali pekan ini dengan turun, seperti FTSE 100 di Inggris dan Xetra Dax di Jerman yang masing-masing dibuka turun 1,53% dan 1,7%.
Data Perdagangan Bursa Dalam Negeri
Sepanjang hari ini, total volume saham yang diperdagangkan sebanyak 8,65 miliar unit saham dengan nilai transaksi Rp 8,01 triliun. Sebanyak 288 saham turun, 158 saham naik, sedangkan 126 saham sisanya tak bergerak.
Turunnya indeks hari ini dipimpin oleh saham yang tergabung dalam sektor finansial yang terkoreksi hingga 2,77%. Saham-saham perbankan yang memiliki nilai kapitalisasi pasar besar, ditutup memerah.
(Baca: Gelar RUPS Besok, Astra Disebut Bakal Copot Presdir Prijono Sugiarto)
Seperti saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang turun 3% menjadi Rp 27.500 per saham. Saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) anjlok 4,29% menjadi Rp 2.900 per saham, Bank Mandiri Tbk (BMRI) merosot 3,48% menjadi Rp 4.720 per saham, serta saham Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) amblas 6,04% menjadi Rp 4.200 per saham.
Modal asing pada perdagangan hari ini tercatat kembali mengalir keluar dengan nilai bersih Rp 712,02 miliar di seluruh pasar, dimana paling besar tercatat pada pasar reguler senilai Rp 565,98 miliar.
Saham dengan nilai jual bersih yang dilepas oleh investor asing adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan nilai jual mencapai Rp 205,8 miliar di pasar reguler. Meski dilepas asing, saham ini naik 1,98% menjadi Rp 3.090 per saham.
Sementara, saham lainnya yang dilepas oleh asing adalah saham BBCA dengan nilai bersih mencapai Rp 134,2 miliar, dan saham BBRI dengan nilai jual bersih Rp 119,1 miliar.
(Baca: OJK: Kookmin Bank Sudah Setor Rp 2,8 T untuk Ambil Alih Bukopin)