Sempat Naik Drastis, Saham Indofarma & Kimia Farma Anjlok Sentuh ARB
Harga saham emiten farmasi Indofarma (Persero) Tbk (INAF) dan Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa (28/7), kompak anjlok hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB).
Saham INAF anjlok 7% ke level 2,200 per saham, sedangkan KAEF meluncur turun 6,67% ke level Rp 2,380 per saham. Padahal nilai saham kedua emiten farmasi BUMN ini sempat meroket hingga lebih dari 100% sepanjang perdagangan pekan lalu.
Analis MNC Sekuritas, Victoria Venny, mengatakan merosotnya saham Indofarma dan Kimia Farma hari ini lantaran pelaku pasar khawatir kedua emiten ini terkena Unusual Market Activity (UMA).
“Hal tersebut sejalan dengan ke khawatiran investor atas masuknya saham-saham tersebut ke dalam UMA oleh BEI (Bursa Efek Indonesia),” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (28/7).
BEI mendefisikan UMA sebagai aktifitas perdagangan dan atau pergerakan harga suatu efek yang tidak biasa pada suatu kurun waktu tertentu. Menurut penilaian Bursa hal ini berpotensi menggangu terselenggaranya perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien.
Menurut Venny, penurunan harga saham Indofarma dan Kimia Farma cukup wajar. Alasannya kedua saham emiten telah naik signifikan hingga dua kali lipat pada sesi perdagangan pekan lalu.
Hal tersebut didorong para pelaku pasar berharap besar terhadap ujicoba vaksin Covid-19 yang diproduksi Biofarma (Persero). Adapun kedua emiten ini akan bertindak sebagai distributor utama ketika vaksin tersebut sudah mulai diproduksi.
Secara teknikal, Analis Binaartha Sekuritas, M Nafan Aji Gusta Utama, mengatakan anjloknya saham Indofarma dan Kimia Farma lantaran pelaku pasar melakukan aksi ambil untung atau profit taking. “Karena secara teknikal sudah sangat overbought, terjadilah aksi profit taking,” katanya.
Sebagai informasi, overbought adalah kondisi dimana sudah terlalu banyak trader yang membuka dan menahan posisi 'beli', di lain sisi sudah tidak ada yang mau menjual lagi. Sehingga aktivitas perdagangan seolah terhenti, menyisakan banyaknya posisi 'beli' yang terbuka atau open buy.
Sementara itu, melonjaknya saham emiten farmasi ini juga menjadi perhatian otoritas Bursa. Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi, mengakui emiten farmasi merupakan masa depan pasar modal Indonesia.
Dia berpendapat, harga saham yang tercipta di Bursa, merupakan cerminan konsensus aspek Bursa ke depan. Oleh larena itu, adanya rencana produksi vaksin Covid-19 dan melibatkan perusahaan yang yang tercatat di Bursa, pasar meresponnya dengan membeli saham kedua emiten tersebut secara masif.
Imbasnya, otoritas Bursa mengklasifikasikan pergerakan harga kedua emiten tersebut sebagai kategori UMA. Tujunnya untuk memberikan ruang kepada investor untuk memahami situasi dan memperoleh informasi yang valid.
“Jadi ingin investor memperhatikan kehati-hatian mencermati dengan kewajaran. Jadi silahkan keputusan terbaik dari investor, tapi juga harus didasari dari informasi yang betul dan valid dari prospek perusahaan farmasi ini,” katanya.