Pasar Modal Masih Volatil, OJK Belum Normalisasi Perdagangan Bursa

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras.
Layar informasi pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. OJK belum akan menormalisasi perdagangan di BEI seiring kondisi pasar modal yang masih proses pemulihan.
4/8/2020, 13.39 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan belum akan menormalisasi aturan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Alasannya, pasar modal belum sepenuhnya pulih dari dampak Covid-19. Indikasinya masih tingginya volatilitas.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan bahwa pasar modal masih dalam proses pemulihan. Sebab, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih berada di posisi 5,000. Padahal indeks sebelum pandemi berada pada level 6,000.

“Sehingga kami memberikan ruang yang besar agar pasar modal cepat pulih. Supaya volatilitasnya tidak terlalu besar,” katanya dalam Konferensi Pers Virtual, Selasa (4/8).

Meski begitu, Wimboh mengatakan, OJK dan BEI akan tetap mendorong munculnya emiten-emiten baru di Pasar Modal, terutama emiten ritel. Tujuannya agar pasar modal memiliki fundamentalnya yang kuat. “Sehingga nanti punya basis kuat terhadap pasar,” ujarnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen menambahkan OJK akan terus memantau perkembangan di pasar modal. Sejauh ini, aturan perdagangan di pasar modal yang dibuat sejak Maret 2020 masih akan dipertahankan. “Karena kami masih memantau perkembangan pasar,” ujarnya.

Kebijakan di pasar modal saat ini, menurut Hoesen, bentuk upaya OJK merespon dampak pandemi corona. “Kebijakan masih seperti ini, sambil nanti kita lihat apakah perlu kebijakan baru untuk kembali ke normal,” jelasnya.

Itu sebabnya, OJK pun akan fokus memonitoring perkembangan pandemi corona di Indonesia dan mencermati dampaknya terhadap perekonomian nasional.

Adapun volatilitas di pasar modal dapat dilihat pada grafik databoks berikut ini yang menunjukkan pergerakan IHSG pada pekan terakhir bulan Juni 2020.

Namun volatilitas yang paling signifikan terjadi pada awal Maret hingga awal April. Ketika itu IHSG yang sejak awal tahun telah terkoreksi cukup dalam dari level 6.000-an ke level 5.600-an, turun semakin dalam.

Pada 3 Maret indeks meluncur dari level 5.630 hingga tembus ke level 3.900 hanya dalam tiga pekan perdagangan, tepatnya 3.989,52 pada 24 Maret 2o2o. Setelah itu IHSG berangsur naik ke level 4.000, namun baru pada awal Juli kembali ke level 5.000-an.

Seperti diketahui, OJK dan BEI telah menerapkan sejumlah kebijakan untuk membantu para pelaku sektor keuangan, khususnya pasar modal agar dapat mempertahankan kinerjanya di tengah pandemi.

Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain memperbolehkan pembelian kembali saham tanpa melalui rapat umum pemegang saham (RUPS), mempersingkat jam perdagangan bursa dan di sistem penyelenggaraan pasar alternatif (SPPA), serta mempersingkat waktu pelaporan di Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE).

Alhasil, waktu perdagangan di bursa dari hari Senin sampai Jumat, untuk sesi I menjadi mulai pukul 09.00 - 11.30, dan sesi II mulai pukul 13.30 - 15.00. Selain itu waktu perdagangan SPPA menjadi pukul 09.00 - 15.00. Lalu, waktu operasional PLTE menjadi pukul 09.30 - 15.30.

“PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia untuk melakukan penyesuaian waktu proses penyelesaian dan kegiatan operasional lain dalam hal dibutuhkan,” tulis aturan OJK tersebut.

Reporter: Muchammad Egi Fadliansyah