Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total transaksi di pasar saham Indonesia didominasi investor retail. Ini salah satu yang menyelamatkan pasar saham yang sempat anjlok terimbas pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan 73% transaksi di pasar saham saat ini dilakukan oleh investor retail. "(Kepemilikan retail) ini adalah transaksi paling banyak dalam lima tahun terakhir," ujar Wimboh dalam acara Capital Market Summit and Expo 2020, Senin (19/10).
Berdasarkan data OJK, rata-rata frekuensi perdagangan harian tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Per Agustus 2020, rata-rata frekuensi perdagangan saham mencapai 571 ribu kali, sedangkan sepanjang tahun lalu rata-ratanya hanya 478 ribu kali.
Wimboh mengatakan semakin banyak investor retail maka fluktuasi di bursa saham dapat dikendalikan lebih baik. Ini sudah bisa terlihat dalam situasi pandemi saat ini, indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sempat anjlok bisa kembali naik.
Dia juga menceritakan mengawali tahun ini industri pasar modal dibuka dengan optimisme karena sejalan dengan meredanya perang dagang. Pada 14 Januari 2020, IHSG sempat menyentuh level tertinggi hingga 6.325.
Kemudian, pandemi corona membuat IHSG jatuh ke level terendah di tahun ini hingga ke level 3.937 pada 24 Maret 2020. Ada sentimen negatif dari investor asing karena mereka mencoba mengungkit investasi mereka secara temporer.
Namun, Wimboh mengapresiasi kemampuan pasar modal dalam negeri untuk menahan penurunan dan membawa kembali kepercayaan investor terhadap pasar modal di dalam negeri. Indeks pun kembali naik, bahkan sudah kembali ke level 5.000. Hari ini IHSG dibuka di level 5.116.
"Kami yakin (pencapaian) ini akan kembali normal, sejalan dengan perbaikan ekonomi ke depan," ujar dia.
Dia pun mengimbau agar para investor tetap waspada dan tidak menyia-nyiakan momentum yang ada. Ada tiga hal yang harus dilakukan agar Indonesia bisa mempertahankan ketahanan industri pasar modal.
Pertama, memperdalam pasar modal (deepening capital market) yakni dengan memperbanyak instrumen, baik berupa ritel maupun korporat. "Dengan banyaknya instrumen, maka kita akan mempunyai variasi instrumen yang lebih banyak. Dan ini kita harapkan harus memenuhi kebutuhan pasar, baik instrumen biasa atau instrumen hedging," ujar Wimboh.
Saat ini Indonesia kerap mendapat kritik dari para investror asing karena hedging instrumennya belum lengkap, baik hedging nilai tukar, suku bunga, maupun default yang belum begitu banyak. Sehingga, ketika investor asing melihat adanya sentimen negatif di pasar modal RI maka strategi yang kerap dilakukan adalah dengan menjual saham (sell off).
Kedua, penerapan digitalisasi segala proses di pasar modal, terutama dalam kaitannya dengan akses ke investor retail. Menurut Wimboh, hal ini adalah upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat market access oleh seluruh investor di seluruh Indonesia.
Ketiga, mendorong investasi terutama dari sisi permintaan (demand) kredit yang belum maksimal. Pemerintah juga telah melakukan berbagai hal untuk mendorong upaya inisiasi tersebut kepada masyarakat.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pandemi covid-19 telah menyebabkan tekanan pada seluruh aspek kesehatan dan ekonomi. Namun, menurut dia kini optimisme dan kepercayaan masyarakat mulai pulih untuk menggerakkan aktivitas ekonomi.
"Optimisme dan kepercayaan yang mulai pulih inilah perlu kita jaga ditingkatkan terutama di pasar modal. Capital inflow di pasar modal memiliki kontribusi besar pada sektor eksternal," ujar Airlangga.
Hal ini terlihat dari IHSG dan nilai tukar rupiah menunjukan peningkatan hingga mencapai level masing-masing 5.105 dan Rp 14.690 pada 15 Oktober 2020. Airlangga mengatakan, kinerja IHSG didorong oleh peningkatan indeks saham sektoral, di mana sektor industri dasar mengalami pemulihan indek sejak penurunan di Maret.
"Maka dari itu, momentum pemulihan ekonomi ini perlu dijaga dan ditingkatkan, sejalan dengan pemerintah yang telah menerapkan kebijakan 'gas dan rem' yang seimbang antara penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi," ujar Airlangga.
Jumlah Investor Retail Tahun Ini Diprediksi 3,5 Juta
Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkirakan jumlah investor ritel di pasar modal bakal melampaui 3,5 juta single investor identification (SID) pada akhir 2020. Total SID per akhir September 2020 telah mencapai 3,27 juta. Jumlah ini bertambah 792.527 atau 31,9% dari akhir tahun lalu 2,48 juta SID.
Penambahan jumlah investor yang cukup signifikan terjadi sejak sejak Juni 2020. Dalam empat bulan terakhir, rata-rata penambahan jumlah investor mencapai 100 ribu per bulan. “Bahkan selama September saja, jumlahnya meningkat sebanyak 139.912,” kata Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi seperti dikutip investor.id, pekan lalu.
Jumlah investor ini melampaui target BEI tahun ini. Akhir tahun lalu BEI sempat menyampaikan target jumlah investor tahun ini 3,25 juta, ternyata dalam sembilan bulan target ini telah terlampaui.