Bursa Saham Kebal Pengaruh Resesi, IHSG Meroket Efek Pilpres AS

123RF.com/Daniil Peshkov
Ilustrasi pergerakan IHSG yang terpengaruh Pilpres AS.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
5/11/2020, 17.06 WIB

Indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup meroket hingga 3,04% menyentuh level 5.260,32 pada perdagangan Kamis (5/11). Penguatan ini di tengah pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2020 yang terkontraksi, artinya Indonesia resmi masuk ke jurang resesi.

Suatu negara masuk ke dalam resesi karena pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi selama dua triwulan berturut-turut. Hari ini, Badan Pusat Statistik mencatat produk domestik bruto minus sebesar 3,49% secara tahunan. Namun, kontraksi ekonomi ini lebih rendah dibandingkan kuartal II 2020 yang mencapai 5,32%.



Meski sudah masuk jurang resesi, namun pasar saham malah ditutup menguat. Hal tersebut disebabkan oleh pertarungan dua calon presiden Amerika Serikat yaitu petahana Donald Trump dan Joe Biden dalam pemilihan umum presiden yang sudah berlangsung pada Selasa malam waktu setempat.

Hingga berita ini ditulis, perolehan suara elektoral Joe Biden dari partai Demokrat berada di atas Donald Trump yang mewakili partai Republik. Hingga saat ini, hasil perhitungan BBC menunjukkan Biden unggul sementara dengan 243 suara elektoral dan Trump 214. Adapun CNN melaporkan perhitungan suara dengan Biden unggul 253 suara elektoral meninggalkan Trump yang meraih 213 suara.

Sentimen dari pemilu Presiden Amerika Serikat ini, juga berpengaruh kepada kinerja bursa-bursa di negara lain, khususnya Asia. Seperti Nikkei 225 di Jepang dan Straits Times di Singapura yang masing-masing menguat 1,73% dan 2,77%. Lalu, Hang Seng di Hong Kong dan Shanghai Composite di Tiongkok menguat 3,25% dan 1,3%.

Respons Pasar antara Biden dan Trump

Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menilai, sentimen dari resminya resesi Indonesia tidak terlalu berpengaruh signifikan pada laju IHSG hari. Pelaku pasar, sudah mengantisipasi terjadinya resesi jauh sebelum ini berdasarkan banyak prediksi baik ekonom maupun dari pemerintah sendiri soal kontraksi pada pertumbuhan ekonomi.

Dia mengatakan, pelaku pasar fokus terhadap apa yang terjadi ke depan, bukan hal yang sudah terjadi seperti pertumbuhan ekonomi triwulan III 2020 yang sudah lalu. Apalagi, pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi ini, lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Resesi di tengah pandemi Covid-19 pun dinilai hal yang wajar.

"Buktinya, IHSG mampu menguat. Untuk saat ini, fokus pasar ke election AS, maka sebab itu IHSG menguat signifikan dan tidak berpengaruh besar terhadap IHSG terkait resminya resesi," kata Sukarno kepada Katadata.co.id, Kamis (5/11).

Ia menilai, baik Trump maupun Biden, sama-sama memiliki kebijakan proteksionis seperti melindungi produk barang dalam negeri atau insentif industri manufaktur domestik. Sehingga, keduanya dinilai memiliki kebijakan antiproduk Tiongkok dan mengedepankan produk lokal.



Dengan begitu, potensi perang dagang antara kedua negara dengan ekonomi terbesar di dua tersebut, dalam jangka waktu pendek masih memiliki potensi berlanjut. "Tapi dengan menangnya Biden setidaknya tidak lebih parah dibandingkan Trump yang senang menciptakan ketegangan secara terbuka," kata Sukarno.

Ia juga menilai jika Biden menang, ada peluang dana asing akan masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Artinya akan ada capital inflow untuk Indonesia, termasuk di pasar saham.

Senada, Kepala Divisi Research BNI Sekuritas Kim Kwie Sjamsudin menilai, dibandingkan dengan sentimen resesi, potensi kemenangan Joe Biden untuk menjadi Presiden Amerika Serikat, lebih berpengaruh pada indeks Tanah Air. Bahkan, menurutnya, respons positif terhadap kemenangan Biden juga terjadi di pasar Asia.

"Biden berencana untuk memutarbalikkan peraturan dan kebijakan dagang yang di implementasi oleh petahana Donald Trump. Hal ini akan mengurangi ketegangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat," kata Kim kepada Katadata.co.id, Kamis (5/11).

Selain itu, ada kemungkinan nilai tukar dolar Amerika Serikat akan melemah terhadap rupiah jika Biden menjadi presiden, sehingga menjadi positif juga untuk pergerakan IHSG dalam jangka waktu menengah hingga panjang. Sehingga, sentimen resesi yang diumumkan oleh BPS hari ini, tidak banyak berpengaruh.

"Resesi sudah diduga oleh pasar, para pelaku saat ini sudah melihat enam bulan ke depan. Harus diingat pasar bekerja dengan melihat ke depan, jadi sudah lihat 6 bulan ke depan," kata Kim menambahkan.

USA-ELECTION/ISRAEL-TRUMP SUPPORTERS (ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad/AWW/dj)




Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, resesi yang terjadi di Indonesia bukan hal yang spesial karena banyak negara di dunia saat ini mengalaminya karena penyebaran pandemi Covid-19. Resminya resesi Indonesia bisa sangat berpengaruh jika negara-negara lain tidak mengalami resesi.

"Resesi ekonomi di Indonesia ketutupan dengan pemilu presiden Amerika Serikat. Dampaknya ternyata lebih besar dilihat dari pemilu," kata Nico kepada Katadata.co.id, Kamis (5/11).

Menurut Nico, dampak dari pemilu presiden Amerika Serikat kepada industri pasar modal Indonesia memang tidak secara langsung melainkan melalui pergerakan uang (money flow). Namun, siapa calon presiden yang mampu membuat aliran uang masuk ke Indonesia?

Nico menilai, jika Joe Biden mampu menjadi Presiden Amerika Serikat, bisa membuat aliran dana keluar dari negara Paman Sam tersebut. Pasalnya, Biden yang sosialis, berpotensi untuk meningkatkan pajak untuk perusahaan di Amerika Serikat sehingga bisa membebani emiten.

"Maka kalau tax tinggi, akan membebani kinerja emiten di AS. Berarti negara berkembang akan kecipratan, tidak terkecuali Indonesia yang kecipratan capital inflow. Apalagi ada dukungan omnibus law," ujar Nico.

Meski jika Biden terpilih menjadi Presiden, potensi perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok masih ada, namun ia menilai intensitasnya tidak setegang saat Donald Trump menjadi presiden. Kebijakan Trump soal produk Tiongkok, Nico nilai baik untuk Amerika Serikat.

Investor Asing Borong Saham Perbankan

Berdasarkan data RTI Infokom, total nilai transaksi di pasar saham hari ini mencapai Rp 9,9 triliun yang berasal dari perdagangan sebanyak 14,64 miliar unit saham. Penguatan indeks sejalan dengan 320 saham emiten yang ditutup menguat, sedangkan 140 saham ditutup melemah dan 150 lainnya tidak mengalami perubahan harga.

Tidak hanya itu, tercatat ada aliran dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia pada hari ini. Nilai bersihnya mencapai Rp 711,04 miliar di seluruh pasar, di mana di pasar reguler nilai bersihnya mencapai Rp 925,4 miliar.

Investor asing memborong saham-saham berkapitalisasi pasar besar, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang diborong dengan nilai bersih Rp 492,8 miliar di pasar reguler. Hal tersebut membuat harga saham BBCA menguat 5,67% menjadi Rp 30.750 per saham.

Saham lain yang diborong asing adalah PT bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai bersih Rp 257,4 miliar, membuat sahamnya menguat 6,08% menjadi Rp 3.490 per saham. Lalu, saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) diborong asing dengan nilai bersih Rp 47,1 miliar, membuat sahamnya naik 1,28% menjadi Rp 7.900 per saham.

Berdasarkan indeks sektoral, sektor infrastruktur tercatat paling besar menguat yaitu 4,67%. Saham yang menyokong penguatan ini adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) mencapai 7,36% menjadi Rp 2.770 per saham.

Sektor lainnya yang menguat adalah finansial sebesar 4,31% pada perdagangan hari ini. Selain saham BBCA dan BBRI, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang tergabung dalam sektor ini, ditutup menguat hingga 4,82% menjadi Rp 5.975 per saham. Lalu, saham PT bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga menguat hingga 4,54% menjadi Rp 4.830 per saham.

Reporter: Ihya Ulum Aldin