Hingga pekan pertama Maret 2021, sudah ada delapan perusahaan yang melepas sahamnya melalui skema initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Seluruh saham emiten tersebut kompak bergerak naik, bahkan kenaikannya hingga ribuan persen.
Saham emiten baru yang kenaikannya paling tinggi adalah PT DCI Indonesia Tbk (DCII). Perusahaan melantai di BEI pada 6 Januari 2021 dengan harga penawaran Rp 420 per saham. Pada penutupan perdagangan kemarin, harga sahamnya naik 2.810% menjadi Rp 12.225 per saham.
Saham lainnya yang harganya meroket tinggi adalah PT Bank Net Indonesia Syariah Tbk (BANK) yang IPO pada 1 Februari 2021 dengan harga penawaran Rp 103 per saham. Saat ini harga sahamnya senilai Rp 2.270 per saham, artinya mengalami kenaikan hingga 2.103%.
Harga saham PT Damai Sejahtera Abadi Tbk (UFOE) juga menguat signifikan sejak IPO pada 1 Februari 2021 dengan harga penawaran Rp 101 per saham. Saat ini, harga sahamnya mencapai Rp 380 per saham, artinya menguat hingga 2.762%.
Saham lainnya, PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk (DGNS) yang IPO pada 15 Januari 2021 dengan harga penawaran Rp 200 per saham. Sejak saat itu, harga sahamnya terus naik hingga pada penutupan hari ini senilai Rp 620 per saham, artinya mengalami kenaikan hingga 210%.
Saham PT Indointernet Tbk (EDGE) sejak IPO 8 Februari 2021 lalu dengan harga penawaran Rp 7.375 per saham, telah naik hingga 109% menjadi Rp 15.475 per saham. Bahkan, saham ini sempat menyentuh harga Rp 31.525 per saham pada 18 Februari 2021.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun tengah mengambil tindakan dengan melakukan pemantauan dan penelitian terkait penyebab kenaikan harga saham tersebut. Sayangnya, karena masih dalam tahap penelitian, OJK belum bisa menjabarkan lebih detail lagi.
"Kami juga sedang meneliti, apakah ini permainan atau tidak. Tapi, saya tidak bisa bicara banyak karena belum bisa membuktikan," kata Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal 1 OJK Djustini Septiana dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (9/3).
Pada kesempatan yang sama, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IA OJK Luthfy Zain Fuady mengatakan kenaikan signifikan harga emiten yang IPO tersebut bisa terjadi karena konsentrasi penerima penjatahan IPO yang tidak merata. Dia berharap, dengan adanya skema elektronik IPO, kenaikan harga secara signifikan bisa dicegah.
"Mudah-mudahan kejadian seperti itu yang sahamnya naik sekian persen, bisa dikurangi karena proses book building yang lebih fair. Sehingga, orang akan melihat overvalue atau undervalue. Sebaran kepemilikannya di publik menjadi lebih luas," katanya
Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan AJi Gusta Utama mengatakan kenaikan harga saham emiten baru ini terjadi karena saat penetapan IPO, valuasinya menarik. Sehingga, memicu akumulasi dari para pelaku pasar saham.
"Investor juga mengapresiasi komitmen penggunaan dana IPO dalam rangka ekspansi bisnis," kata Nafan kepada Katadata.co.id, Selasa (9/3).
Meski begitu, Nafan mengingatkan investor tetap harus waspada jika saham-saham IPO tersebut sudah masuk dalam kategori unusual market activity (UMA). Beberapa emiten yang IPO tahun ini pun sudah ada yang masuk dalam kategori UMA.
DCI Indonesia masuk UMA pada 14 Januari 2021, Diagnos Laboratorium Utama masuk UMA pada 28 Januari 2021, Bank Net Indonesia Syariah juga masuk UMA pada 5 Februari 2021, Damai Sejahtera Abadi masuk UMA pada 8 Februari 2021, dan Indointernet yang masuk UMA pada 17 Februari 2021.