Saham Bank Kecil Berguguran, Investor Menanti Aksi Korporasi Lanjutan

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz
Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
18/3/2021, 17.16 WIB

Saham bank-bank berkapitalisasi pasar kecil sempat menjadi primadona di pasar modal karena bergerak menguat secara signifikan. Namun, tren tersebut berbalik setelah Bursa Efek Indonesia membuka suspensi pada saham-saham bank kecil tersebut.

Beberapa deret saham bank kecil yang harganya anjlok yakni PT Bank Victoria International Tbk (BVIC), PT Bank Ganesha Tbk (BGTG), PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI), PT Bank IBK Indonesia Tbk (AGRS), PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA), PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA), PT Artha Graha Internasional Tbk (INPC) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO).

Saham bank-bank kecil tersebut sempat melonjak beberapa bulan terkait dengan informasi aksi korporasi. Senior Vice President Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial, kenaikan harga saham bank-bank kecil dalam beberapa bulan terakhir membuat harga dibandingkan nilai bukunya (PBV) menjadi mahal. Sehingga, perlu beberapa jeda koreksi untuk merefleksikan valuasi yang cukup masuk akal.

"Sepertinya harga saham-saham bank BUKU 2 sudah mulai menyesuaikan valuasi yang masuk akal saat ini dengan PBV rata-rata 1,4 sampai 2 kali," kata Janson kepada Katadata.co.id, Kamis (18/3).

Secara umum, bank-bank BUKU 2 tersebut masih akan menjadi target akuisisi oleh grup raksasa financial technology atau fintek dunia. Para fintek ini ditopang investor kelas kakap dunia seperti Softbank, Sequoia Capital, dan lainnya.

Dari sisi profitabilitas, rasio return on equity (ROE), return on assets (ROA), dan net interest margin (NIM),  industri perbankan Tanah Air saat ini paling menarik di Asia Pasifik. Apalagi di Indonesia banyak segmen yang masih belum memiliki akses dan tak terlayani perbankan (unbankable).

"Segmen tersebut akan menjadi incaran target market fintech industri," kata Janson menambahkan.

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai penurunan harga saat ini, merupakan bagian dari aksi ambil untuk alias profit taking. Saham-saham bank kecil sempat naik seiring dengan momentum dan ekspektasi yang tinggi dari pelaku pasar.

Saat ini investor mencari aman dengan mempertimbangkan nilai fundamental saham. "Di mana momentum sudah mulai berkurang dan pelaku pasar akan kembali mempertimbangkan nilai fundamentalnya," kata Okie.

Menurutnya, untuk saat ini, Pilarmas belum merekomendasikan saham bank kecil tersebut hingga adanya kejelasan dari aksi korporasi masing-masing bank dalam meningkatkan modal atau pun melakukan transformasi digital. Sehingga, perlu mendapat informasi lanjutan dari emiten bersangkutan.

Saham Bank Jago merupakan salah satu yang tak disuspensi tapi mendapat sorotan karena rencana transformasi digital. Saham ini mengalami penurunan selama tiga hari berturut-turut pada periode 15-17 Maret 2021 sebesar 13,18% menjadi Rp 9.875 per saham.

Meski begitu, setelah mengalami koreksi selama tiga hari, saham ini kembali ditutup naik signifikan sebesar 7,34% menjadi Rp 10.600 per saham pada 18 Maret 2021. Bank Jago saat ini memang tergolong kecil, namun tengah menjalankan proses penambahan modal sebesar Rp 7 triliun dalam waktu dekat.

Saham Bank Jago diperkirakan dapat terus menguat hingga menyentuh harga Rp 21.476 per saham oleh PT Morgan Stanley Sekuritas Indonesia. Harga tersebut setara 38,1 kali harga dibanding nilai buku. Dua analisnya, Mulya Chandra dan Yulinda Hartanto menjelaskan, harga saham tersebut merupakan skenario terbaik dengan asumsi pertumbuhan PDB riil berada pada 7,4% pada 2021.

"Bank Jago memiliki keunggulan sebagai pionir, karena merupakan bank digital pertama di Indonesia yang didukung oleh startup teknologi terbesar di Indonesia, Gojek," kata dua analis tersebut dalam risetnya.

Saham-saham yang sempat disuspensi bursa, ketika kembali diperdagangkan menjadi terjun bebas. Saham Bank Victoria sempat disuspensi Bursa sejak perdagangan 2 Maret dan dibuka kembali pada 12 Maret 2021. Sejak saat itu, secara kumulatif saham ini turun 29,22% menjadi Rp 218 per saham pada 18 Maret 2021.

Bursa sempat menghentikan sementara saham Bank Victoria karena harganya yang meningkat signifikan. Sejak 1 Februari 2021 hingga disuspensi, harga sahamnya naik hingga 175% menyentuh harga Rp 308 per saham pada 1 Maret 2021.

Nasib yang sama dialami Bank Ganesha. Sejak suspensi dibuka pada 10 Maret 2021, saham bank ini secara kumulatif sudah turun hingga 34,47% menjadi Rp 173 per saham pada 18 Maret 2021.

Bursa melakukan suspensi pada saham Bank Ganesha sejak perdagangan 3 Maret 2021. Alasannya, harga saham bank berkode emiten BGTG tersebut naik hingga 271,83% secara kumulatif hanya dalam sebulan menjadi Rp 264 per saham.

Cerita yang sama juga terjadi pada saham Bank Harda sejak suspensi perdagangannya dibuka pada 10 Maret 2021. Saham ini secara kumulatif sudah turun 34,02% menjadi Rp 1.590 pada 18 Maret 2021 menjelang penutupan perdagangan.

Bank yang baru saja resmi diakuisisi oleh pebisnis Chairul Tanjung melalui PT Mega Corpora ini disuspensi oleh Bursa sejak 4 Maret 2021. Harga saham Bank Harda meningkat hingga 468,4% menjadi Rp 2.410 per saham sejak awal tahun ini hingga sahamnya disuspensi.

Harga saham Bank IBK juga mengalami penurunan sejak suspensinya dibuka pada 18 Maret 2021. Harganya turun menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) sebesar 6,83% menjadi Rp 750 per saham.

Saham Bank IBK disuspensi Bursa sejak perdagangan 8 Maret 2021 karena harga sahamnya secara kumulatif meningkat signifikan. Bagaimana tidak, harganya mengalami kenaikan hingga 471,09% hanya dalam tempo 2 bulan saja.

Bank Bumi Arta yang kabarnya diminati oleh SEA Group, induk Shopee, langsung anjlok 6,93% menjadi Rp 3.090 per saham setelah dibuka suspensinya pada 18 Maret 2021. Saham Bank Bumi Arta memang menjadi langganan disuspensi oleh Bursa dalam beberapa waktu terakhir.

Suspensi yang dilakukan Bursa, terkait dengan kenaikan harga yang signifikan pada saham Bank Bumi Arta sebelum disuspensi cukup lama, sejak 4 Maret 2021. Saham bank ini mengalami kenaikan hingga 755,67% hanya dalam tempo 2 bulan saja menjadi Rp 3.320 saat disuspensi.

Saham Bank Capital juga mengalami penurunan sebesar 16,13% secara kumulatif menjadi Rp 650 per saham pada 18 Maret 2021. Penurunan ini terjadi setelah saham Bank Capital disuspensi selama satu hari yaitu 15 Maret 2021 oleh Bursa.

Bank Capital kabarnya juga menjadi salah satu kandidat untuk diakuisisi oleh SEA Group, bahkan Grab juga dikabarkan tertarik pada bank ini. Karena itu, saham Bank Capital mengalami kenaikan 97,7% hanya dalam 2 bulan saja, menjadi Rp 775 per saham pada 12 Maret 2021, sebelum disuspensi.

Harga saham PT Artha Graha Internasional Tbk (INPC) juga mengalami penurunan sejak suspensinya dibuka pada 16 Maret 2021. Saham bank ini harus turun sebesar 18,75% secara kumulatif menjadi Rp 260 per saham pada perdagangan 18 Maret 2021.

Seperti saham-saham bank kecil lainnya, saham Bank Artha Graha disuspensi karena kenaikan yang signifikan. Dalam tempo 2 bulan, saham ini mengalami kenaikan hingga 363,77% menjadi Rp 320 per saham pada 3 Maret 2021, hari terakhir sebelum disuspensi.

Reporter: Ihya Ulum Aldin