Bursa Efek Indonesia tengah mengkaji kembali kemungkinan penurunan jumlah saham dalam hitungan satu lot dari perhitungan saat ini sebanyak 100 saham. Kebijakan ini dikaji demi memudahkan investor milenial yang semakin mendominasi pasar saham.
Komisaris BEI Pandu Sjahrir menjelaskan, investor saham saat ini semakin muda dan mayoritas belum berpendapatan besar. "Kami pelajari hal ini agar bisa merangkul investor awal dan muda," kata Pandu dalam Webinar Next Gen Summit 2021: Kemerdekaan Finansial, Rabu (7/4).
Pihaknya saat ini masih menghitung angka yang tepat untuk mengubah satuan lot saham. "Apakah itu nanti absolut atau yang lainnya sedang diperhitungkan," ujarnya.
Ia menekankan, perubahan satuan lot tidak dapat dilakukan dengan gegabah. Dampak terhadap perusahaan pemilik saham juga harus dipikirkan.
Founder EMtrade Ellen May mengatakan, investor muda sebenarnya bisa mulai berinvestasi saham. Banyak saham yang dijual dengan harga yang masih terjangau. "Saham perusahaan yang fundamentalnya bagus juga ada yang tidak terlalu mahal," kata Ellen dalam kesempatan yang sama.
Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa investor pemula sebisa mungkin menghindari saham gorengan. Investasi jangka panjang harus diutamakan.
Dana yang dipergunakan, menurut dia, juga harus 'uang dingin' alias bukan untuk kebutuhan sehari-hari atau jangka waktu tertentu. "Tidak ada kata terlambat untuk investasi, mulailah dari sekarang," ujarnya.
Wacana untuk menurunkan jumlah saham dalam satu lot sudah mengemuka sejak 2018. Wacana ini sempat batal pada 2019. Namun, BEI belakangan menghembuskannya kembali.
"Wacananya masih ada. Tapi apakah ke 50 atau 10 atau berapa, itu yang masih perlu diskusi," kata Direktur Perdagangan dan Penilaian Anggota BEI Laksono Widodo dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (30/6).
Meski begitu, Laksono menilai bahwa penerapannya terjadi tidak dalam waktu dekat. Bursa masih menunggu perdagangan di pasar modal kembali normal setelah adanya beberapa peraturan yang diterapkan di tengah situasi pandemi Covid-19 sejak Februari 2020 lalu.
"Karena kami masih beroperasi dalam situasi dimana jam perdagangan dan parameter perdagangan yang lainnya masih dalam situasi terkena pandemi Covid-19, tentu ini akan dibahas nanti setelah situasi dianggap normal," katanya.
BEI terus melakukan diskusi dengan berbagai pihak, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rangka menormalkan kembali perdagangan di pasar modal. Hal itu sejalan dengan volatilitas indeks yang sudah jauh berkurang dibandingkan beberapa waktu lalu.
Beberapa peraturan yang diterapkan di pasar modal di tengah volatilitas IHSG, antara lain, tidak adanya saham yang bisa diperdagangkan saat pra-pembukaan, jam perdagangan yang lebih singkat, maupun kebijakan auto rejection asimetris. "Kami akan melihat secara keseluruhan bagaimana treatment trading di market apakah bisa dikembalikan ke posisi normal sebelum pandemi Covid-19," kata Laksono.