Kasus BPJS Ketenagakerjaan Mengerem Laju IHSG Keluar dari Level 6.000

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Pekerja melihat telepon pintarnya dengan latar belakang layar pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (31/3/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
23/4/2021, 16.23 WIB

Memasuki April 2021, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) seolah tak memiliki kekuatan karena stagnan di level 6.000. Indeks tak pernah mampu menyentuh level 6.100 sepanjang bulan ini, setidaknya hingga perdagangan 22 April 2021.

Terakhir, indeks menyentuh level di atas 6.100 pada perdagangan 29 Maret 2021. Namun, kemudian ditutup turun 2,9% dalam dua hari perdagangan. Penurunan aktivitas perdagangan saham saat itu, sejalan dengan rencana BPJS Ketenagakerjaan yang ingin mengurangi porsi investasi di saham dan reksa dana. 

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan, turunnya transaksi dari BPJS Ketenagakerjaan cukup berpengaruh terhadap aktivitas transaksi investor di pasar saham. Terlebih pada aktivitas institusi domestik yang memiliki kemiripan dengan BPJS Ketenagakerjaan.

"BPJS Ketenagakerjaan dianggap sebagai leader atau mercusuar bagi institusi-institusi domestik tersebut sehingga pasang-surutnya aktivitas BPJS Ketenagakerjaan akan mempengaruhi tindakan institusi tersebut," kata Laksono menjawab pertanyaan Katadata.co.id, Jumat (23/4).

Meski rencana tersebut disampaikan tiga pekan lalu, namun hal tersebut membawa dampak hingga kini. Selain IHSG yang tampak tak memiliki kekuatan, aktivitas di pasar saham juga cenderung sepi, jika dibandingkan dengan aktivitas pada perdagangan awal tahun ini.

Berdasarkan data Bursa yang diolah Katadata.co.id, sepanjang Januari hingga Maret 2021, rata-rata nilai transaksi harian di Bursa mencapai Rp 16 triliun dengan rata-rata frekuensi harian mencapai 1,38 juta kali. Lalu, rata-rata harian volume saham yang diperdagangkan dalam tiga bulan pertama tahun ini sebanyak 19,9 miliar unit saham.

Sementara itu, berdasarkan data RTI Infokom, rata-rata nilai transaksi harian hingga 22 April 2021 senilai Rp 9,35 triliun dengan frekuensi rata-rata harian sebanyak 1 juta kali. Sementara volume perdagangan saham harian hanya sebanyak 17,22 miliar unit saham.

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai BPJS Ketenagakerjaan merupakan institusi yang mengelola dana besar di pasar saham, sehingga segala kebijakan tentu berpengaruh pada pasar.

"Terlebih saham yang dimiliki merupakan saham bluechip yang memiliki bobot cukup besar terhadap pergerakan IHSG," kata Okie kepada Katadata.co.id, Jumat (23/4).

Laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan paling baru menyebut, investasi saham yang dilakukan badan tersebut totalnya mencapai Rp 2,94 triliun dengan nilai wajar saat itu Rp 2,27 triliun. Sehingga, BPJS Ketenagakerjaan, mengalami kerugian Rp 667,52 miliar atas investasi di pasar saham.

Saham dengan nilai kerugian paling besar adalah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) senilai Rp 278,08 miliar. Sementara, saham yang mendatangkan keuntungan paling besar tercatat PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai keuntungan Rp 21,57 miliar. Keuntungan dan kerugian tersebut sifatnya belum direalisasikan, setidaknya hingga laporan keuangan tersebut diterbitkan.

Di sisi lain, Kepala Riset Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi mengatakan, rencana BPJS Ketenagakerjaan untuk mengurangi porsi investasi saham tidak terlalu signifikan mempengaruhi kinerja IHSG yang berkutat di level 6.000 sejak awal bulan ini.

Ia mengatakan, saham-saham yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan merupakan saham-saham yang cukup bagus, berbeda dengan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero), dimana menempatkan investasi pada saham-saham gorengan. Sehingga, kerugian BPJS Ketenagakerjaan yang belum terealisasi akibat penurunan harga saham, seharusnya tidak lantas dijual semua.

"Kemungkinan dijual semua saham-saham BPJS hampir tidak mungkin. Paling penyesuaian bobot dan average apabila harga saat ini rendah namun fundamental bisnis bagus," kata Lanjar kepada Katadata.co.id, Jumat (23/4).

Lanjar mengatakan, kinerja IHSG sepanjang bulan ini lebih banyak dipengaruhi oleh kasus COvid-19 yang penyebarannya masih terus tinggi. Terlebih ia menilai, ada penurunan optimisme atas keberhasilan vaksinasi yang dimulai pemerintah Indonesia sejak 13 Januari 2021 lalu.

Kasus BPJS Ketenagakerjaan 

Tak hanya terkait porsi investasi BPJS Ketenagakerjaan, kasus hukum yang menjerat institusi itu juga dianggap sebagai sentimen negatif bagi aktivitas bursa saham. Manajer Investasi dan dana pensiun disebut-sebut khawatir dengan kasus yang menjerat BPJS Ketenagakerjaan.

Sejak awal tahun, Kejaksaan Agung mendalami kasus dugaan korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Dalam perkembangannya, sejumlah petinggi perusahaan manajemen investasi dipanggil untuk menjadi saksi kasus tersebut. Tak hanya itu, pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga dipanggil sebagai saksi kasus tersebut.

Menanggapi kabar itu, Lanjar mengatakan, kasus hukum yang tengah berjalan di BPJS Ketenagakerjaan tidak berpengaruh seignifikan dengan pergerakan indeks di pasar saham. Menurut dia, kinerja IHSG sepanjang bulan ini lebih banyak dipengaruhi oleh kasus Covid-19 yang penyebarannya masih terus tinggi. Terlebih, ada penurunan optimisme atas keberhasilan vaksinasi yang dimulai pemerintah Indonesia sejak 13 Januari 2021 lalu.

Senior Vice President Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menilai kinerja indeks yang lesu lebih disebabkan minimnya katalis dan investor masih menunggu dengan was-was hasil laporan keuangan emiten triwulan I-2021. Sementara, rencana BPJS Ketenagakerjaan tidak begitu banyak berpengaruh pada indeks.

"Sejauh ini, laporan keuangan triwulan I-2021 agak sedikit mengecewakan secara tahunan (year-on-year) walau secara triwulanan (quarter-to-quarter) membaik," ujar Janson kepada Katadata.co.id, Jumat (23/4).

Menurut Janson, bila laporan keuangan secara keseluruhan bagus, baik secara tahunan maupun triwulanan, bisa menciptakan katalis positif pada kinerja indeks. Menurutnya, IHSG bakal mencoba untuk menguji level 6.200 jika mendapat katalis positif tersebut.

Okie mengatakan, kinerja IHSG bisa membaik jika adanya konfirmasi pemulihan ekonomi lewat realisasi data. Selain itu, progres vaksinasi dan penyelesaian pandemi dinilai dapat menjadi indikasi awal dari percepatan pemulihan tersebut. "Sehingga, menjadi trigger kembalinya IHSG ke level 6.100," kata Okie.

Reporter: Ihya Ulum Aldin