IHSG Sepanjang Mei Terpuruk, Apakah Ada Harapan pada Juni?

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (4/1/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
31/5/2021, 14.34 WIB

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang Mei 2021 masih tertekan, bahkan sempat menyentuh harga terendah sepanjang tahun ini. Pada perdagangan 19 Mei 2021, IHSG ditutup di level 5.760.

Direktur Utama Trimegah Asset Management Antony Dirga mengatakan, salah satu alasan indeks berada di bawah tekanan karena banyaknya berita negatif terkait pandemi Covid-19. Angka warga yang positif Covid-19 memang mengalami kenaikan usai Lebaran.

"Saya kira memang sih mestinya konsolidasi ini akan segera berakhir, kami di Trimegah (perkirakan) IHSG masih bullish sampai akhir tahun," kata Antony dalam podcast Market Movers persembahan Katadata.co.id dan KBR, Senin (31/5).

Antony mengatakan, indeks ada harapan untuk kembali membaik sepanjang Juni 2021, meski masih akan berada di level tak lebih dari 6.000. Kendati demikian, dia memperkirakan IHSG akhir tahun bisa berada di level 6.800.

"Levelnya sepertinya di sini-sini saja. Kalau beruntung, bisa saja Juni menjadi bottom atau sudah terjadi pada Mei. Kalau tidak, di Juni sekitar sini-sini saja, antara 5.800 sampai 5.900," katanya.

Menurutnya, Juni bisa menjadi bulan penentuan, karena pelaku pasar saham sedang menunggu katalis selanjutnya terhadap pergerakan indeks. Secara teknikal, konsolidasi memang berlangsung secara natural sehingga masih berpotensi terjadi dalam beberapa waktu ke depan.

Melihat fundamentalnya, pasar saham dalam negeri tidak terlalu buruk karena valuasinya mulai menarik akibat penurunan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Selain itu, banyak berita yang sebenarnya positif, tapi sudah mulai dilupakan oleh pelaku pasar saat ini.

"Banyak kabar yang dilupakan seperti UU Cipta Kerja yang sedang digodok peraturan turunan. Padahal, itu sangat bullish untuk negara dan market kita," kata Antony.

Antony menilai reksa dana pasar saham bisa menjadi salah satu investasi yang menarik. Alasannya, karena kondisi indeks sedang menurun, namun diproyeksi akan berada di level tinggi pada akhir tahun. Menurut dia, saham-saham dengan penurunan harga tersebut sedang berada pada level yang sangat murah secara valuasi.

Kendati demikian, Antony menyarankan kepada investor untuk tetap menyesuaikan dengan profil risikonya masing-masing dalam berinvestasi. Idealnya, untuk saat ini investor bisa menyisihkan 60% sampai 70% dana investasi pada instrumen obligasi, sementara sisanya di saham.

Reporter: Ihya Ulum Aldin