Punya Utang Rp 20 T, Saham Sritex Disingkirkan dari Empat Indeks Bursa
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dari penghitungan empat indeks saham di pasar modal. Hal itu dilakukan seiring kondisi perusahaan yang tak sanggup membayar kewajiban kepada sejumlah kreditur.
Keempat indeks tersebut antara lain, Indeks Kompas100, Indeks IDX80, IDX Value30, dan IDX ESG Leaders. Emiten berkode saham SRIL ini diganti pada masing-masing indeks dengan saham PT Global Mediacom Tbk (BMTR), PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS), dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR).
"Perubahan konstituen pada indeks tersebut efektif berlaku pada tanggal 21 Juni 2021," ujar Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI Irvan Susandy dalam pengumuman bursa.
Irvan menyampaikan saham SRIL dikeluarkan dari daftar indeks karena mencermati suspensi Sritex pada 18 Mei 2021 di seluruh pasar. Hal itu disebabkan perusahaan tidak memenuhi kewajiban pembayaran kupon dan pokok MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6.
Dikutip dari Bloomberg, total kewajiban yang belum dibayar dan menjadi bagian dalam proses restrukturisasi utang Sritex saat ini tercatat mencapai Rp 20 triliun.
Alfin Sulaiman, Anggota Tim Administrator yang ditunjuk Pengadilan Niaga Semarang mengatakan, klaim tersebut mencakup sekitar Rp 19 triliun yang diajukan oleh kreditur tidak terjamin, dan Rp 700 miliar oleh kreditur terjamin per 10 Juni 2021.
"Verifikasi sedang berlangsung dan jumlah final akan segera dirilis," kata Sulaiman dikutip dari Bloomberg.
Dalam perkembangannya, Sritex memperoleh perpanjangan waktu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) hingga 90 hari dari Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. Dalam PKPU kali ini, kreditur menggugat utang senilai Rp 5,5 miliar.
Terkait kinerja operasional, Corporate Communication Sritex, Joy Citradewi mangatakan perseroan tetap berkomitmen untuk menjaga operasional, meski ada pembekuan fasilitas perbankan yang cukup signifikan sejak awal tahun ini.
"Saat ini, sebagian besar dari dana kas kami telah digunakan untuk mengamankan pembelian bahan baku, agar perusahaan dapat tetap memenuhi permintaan konsumen," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Selain itu, isu logistik global masih menjadi tantangan besar terhadap ekosistem manufaktur dalam negeri. Alhasil, biaya logistik jadi meroket hingga tenggang waktu yang memanjang, sehingga berdampak pada pasokan bahan baku dan hambatan ekspor.
"Meski penuh tantangan, besar harapan kami agar perjalanan kami menuju perdamaian dapat diselesaikan sesingkat dan sebaik-baiknya," ujarnya.