Harga batubara ICE NewCastle untuk kontrak pengiriman Juli 2021 sukses tembus ke level US$ 126,25 per ton pada Rabu (23/6). Level tersebut sekaligus jadi yang tertinggi sejak harga sempat menembus US$ 131 per ton Maret 2011, dilansir dari Barchart.com.

Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu mengatakan, harga batubara berhasil tembus level US$ 100 sejak awal Mei 2021. Tren kenaikan yang berlanjut diyakini bakal berdampak langsung bagi kinerja emiten tambang batubara.

“Kami proyeksikan efeknya akan langsung terasa pada laporan keuangan kuartal II-2021 mendatang,” kata Dessy kepada Katadata.co.id, Rabu (23/6).

Meski demikian, hingga akhir 2021 dia memprediksi harga batubara rata-rata akan berada di US$ 110 per ton. Usai kenaikan harga, tantangan akan datang dari risiko penurunan harga. Di mana, harga yang terus naik dapat memberatkan buying power dari Tiongkok sebagai salah satu konsumen terbesar batubara global.

“Ada kemungkinan Tiongkok akan melakukan langkah untuk melambatkan kenaikan harga batubara yang naik cukup cepat,” ujarnya.

Menyikapi tren kenaikan harga emas hitam, Dessy berharap produsen Indonesia dapat melakukan efisiensi. Selain itu, emiten tambang batubara juga perlu mendorong kinerja ekspor di tengah momentum penguatan harga. Dengan begitu, tren kenaikan harga dapat langsung berkontribusi terhadap kinerja emiten.

Adapun saham batubara yang menarik dilirik menurut Samuel Sekuritas yaitu PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dengan rekomendasi beli atau buy. Hingga akhir tahun, target harga untuk saham PTBA berada di level Rp 2.900 per saham, sedangkan untuk ADRO berada di level Rp 1.530.

“Dari sisi balance sheet (kedua emiten) cukup sehat dan efisiensi lebih baik,” kata Dessy.

Selain itu, dilihat dari sisi ekspor, kinerja ADRO cukup besar atau sekitar 80%. Sedangkan untuk PTBA, emien saat ini sedang mendorong kinerja pasar ekspornya di Asia.

Melansir RTI, pada pembukaan perdagangan Kamis (24/6) saham PTBA dibuka moderat dari penutupan sebelumnya di level Rp 2.050 per saham. Begitu juga dengan saham ADRO yang dibuka pada level Rp 1.260 per saham.

Periode Januari-Maret 2021, Adaro membukukan laba bersih US$ 71,74 juta atau naik 26,9% dari periode yang sama tahun lalu yakni US$ 98,17 juta. Capaian tersebut seiring pendapatan emiten yang turun 7,79% menjadi US$ 691,97 juta.

Pendapatan ADRO sebagian besar berasal dari penjualan batubara kepada pihak ketiga khususnya ke pasar ekspor sebanyak US$ 512,29 juta. Sedangkan untuk penjualan di pasar domestik senilai US$ 140,35 juta. Adapun untuk segmen bisnis jasa pertambangan berkontribusi sebanyak US$ 22,34 juta atau sekitar 3,2% terhadap total pendapatan kuartal I-2021.

Sementara itu, PTBA membukukan penurunan laba bersih sebanyak 44,4% menjadi Rp 500,52 miliar di kuartal I-2021. Capaian tersebut dipicu pendapatan emiten yang turun 22,02% menjadi Rp 3,99 triliun secara tahunan (yoy).