IPO Unicorn dan Startup Tak Wajib Pakai Aturan Saham Hak Suara Banyak

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat dibukanya perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/5/2020).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
29/6/2021, 17.30 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) menekankan perusahaan rintisan (startup) tidak wajib menggunakan aturan saham hak suara multipel alias multiple voting shares (MVS) saat pencatatan perdana saham. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator pasar modal tengah merampungkan peraturan tentang MVS ini.

"Untuk perusahaan-perusahaan yang eligible (berhak) menggunakan MVS, saya garis bawahi, boleh memilih menggunakan atau tidak MVS tersebut," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI Gede Nyoman Yetna Setya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (29/6).

Nyoman mengatakan, penggunaan MVS dalam struktur kepemilikan saham perusahaan merupakan sebuah pilihan. Sehingga, jika perusahaan itu memilih untuk menggunakan MVS, harus diumumkan dalam anggaran dasar terlebih dahulu sebelum melakukan IPO.

"Kalau belum dicantumkan (dalam anggaran dasar), bisa jadi perusahaan tersebut tidak akan memanfaatkan MVS, dimana ini adalah pilihan," kata Nyoman.

Pernyataan Nyoman terkait dengan MVS merupakan sebuah pilihan, setelah ditanya terkait dengan rencana IPO PT BUkalapak.com yang rencananya terselenggara pada 29 Juli 2021. Nyoman ditanya, apakah peraturan MVS tersebut sudah terbit sebelum Bukalapak melakukan IPO.

Nyoman mengatakan, peraturan soal MVS berada di bawah OJK. Dalam hal pembuatan peraturan, BEI bertindak sebagai partner untuk berdiskusi merumuskan peraturan. Saat ini tahapan role making role sudah rampung sehingga OJK saat ini sedang memfinalisasi.

"Tentu bagi kami dan OJK ingin peraturan ini segera terbit dalam hal tidak ada tanggapan yang substansial dari para stakeholder. Harapan kami, akan lebih cepat lebih baik," kata Nyoman.

Dalam draft peraturan OJK terkait MVS dijelaskan, MVS merupakan klasifikasi saham, di mana satu saham memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang saham. Calon emiten yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas dapat menerapkannya.

Pemegang SHSM, baik sendiri maupun secara bersama-sama, hanya dapat memiliki 47,3% dari seluruh saham. SHSM lebih dari 47,3%, kelebihannya dianggap sebagai saham biasa.

Emiten yang menerapkan ini, wajib menerapkan rasio hak suara saham biasa terhadap SHSM. OJK berencana mengatur dalam empat rasio hak suara tergantung dengan persentase SHSM.

Kepemilikan atas SHSM yang berkisar 10% - 47,3% rasio hak suara saham biasa terhadap saham multipel sebesar 1 berbanding 10. Lalu kepemilikan suara multipel 5% sampai dengan kurang dari 10%, rasio hak suara sebesar 1 berbanding 20.

Untuk kepemilikan atas saham multipel paling sedikit 3,5% sampai kurang dari 5%, rasio hak suaranya sebesar 1 berbanding 30. Sementara, kepemilikan atas saham multipel paling sedikit 2,5%, rasio hak suaranya sebesar 1 berbanding 40.

Reporter: Ihya Ulum Aldin