Rugi Bersih Semester I Susut, Harga Saham Bank Jago Tembus Rp 18.000

Humas Bank Jago
Seorang nasabah membuka aplikasi layanan perbankan digital yang dimiliki PT Bank Jago Tbk (ARTO), Rabu (14/4).
Penulis: Lavinda
28/7/2021, 12.21 WIB

Harga saham PT Bank Jago Tbk memasuki level Rp 18.025, pada perdagangan pukul 11.00 WIB, Rabu (28/7) hari ini. Harga naik 3,59% atau 625 poin dari level penutupan hari sebelumnya, Rp 17.400. 

Berdasarkan data RTI, harga saham bank berkode ARTO ini melonjak hingga 19% dalam sepekan, dan tercatat naik 30,78% selama sebulan terakhir. Harga saham bahkan melesat 341% dalam kurun enam bulan terakhir, dari level saat itu Rp 4.065.

Pergerakan harga saham yang positif terjadi tak lama setelah bank milik Jerry Ng itu melaporkan kinerja keuangannya.

Hingga akhir Juni 2021, Bank Jago tercatat menyalurkan kredit Rp 2,17 triliun, melonjak 695% dari posisi yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Jika dihitung secara kuartalan, kredit meningkat 68%. Sementara itu, jika ditarik dari posisi akhir Desember 2020 (year to date/ytd), kredit melesat 139%.

“Dari sisi nominal memang belum besar karena kami baru memulai ekspansi. Namun, kami tetap bersyukur, selama pandemi, kami masih bisa mengoptimalkan fungsi intermediasi dengan tetap menjaga prinsip kehati hatian,” kata Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar dalam keterangan tertulis, Senin (26/7).

Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perusahaan di level 0%, sehingga perusahaan tidak perlu membentuk pencadangan dalam jumlah besar untuk menekan biaya kredit (cost of credit).

Pertumbuhan kredit mengerek pendapatan bunga sebesar 289% (yoy), dengan peningkatan beban bunga 46%. Dengan demikian, perseroan membukukan kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 423% menjadi Rp139 miliar.

Hal ini berdampak pada penurunan rasio pembiayaan terhadap pendapatan dari 289% pada Semester I 2020 menjadi 129% pada Semester I 2021. Kondisi ini turut mendongkrak rasio margin pendapatan bunga bersih atau net interest margin (NIM) dari 4,1% menjadi 5% pada kurun yang sama.

Demi berekspansi menjadi bank digital, perseroan mengalokasikan belanja modal untuk investasi teknologi informasi, pengembangan aplikasi, dan rekruitmen talenta baru. Hal ini membuat biaya operasional meningkat 135% menjadi Rp 183 miliar.

Kenaikan biaya operasional ini berdampak ke perolehan laba periode semester I-2021 yang masih membukukan rugi bersih Rp 47,52 miliar. Kerugian yang dialami perusahaan menyusut dari level rugi bersih pada semester I-2020 sebesar Rp 50,91 miliar.

“Kinerja kami belum positif karena faktor investasi. Kami menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan masih sejalan dengan perencanaan awal. Investasi ini tentu akan bisa dinikmati hasilnya di masa mendatang,” ujar Kharim.

Dari sisi aset, perseroan membukukan kenaikan aset 491% dari Rp 1,7 triliun menjadi Rp 10 triliun. Sementara itu, ekuitas meningkat 538% dari Rp 1,3 triliun menjadi Rp 8,1 triliun. Dari sisi perolehan dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan 326% menjadi Rp 1,73 triliun.

“Berbagai indikator keuangan menunjukkan Jago memiliki fundamental yang sangat kuat dan mampu menopang target untuk tumbuh secara berkelanjutan,” kata Kharim.

Beberapa bulan belakangan, Bank Jago terus menjalankan aksi korporasi untuk mengembangkan bisnis sebagai bank digital. Pada April lalu, perusahaan telah merampungkan penerbitan saham baru (rights issue) untuk berekspansi.

Dalam kurun tiga bulan terakhir, perseroan meningkatkan penyaluran kredit dan memperluas kolaborasi dengan digital ekosistem. Kolaborasi diwujudkan melalui kerja sama dengan sejumlah perusahaan peer to peer (P2P) lending, perusahaan pembiayaan, ekosistem digital, dan integrasi aplikasi dengan platform investasi.

“Bersama para mitra, kami berupaya menciptakan akses keuangan ke para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah serta masyarakat luas. Dengan meningkatkan pembiayaan, kami ingin berkontribusi dalam pemulihan ekonomi akibat pandemi,” kata Kharim.