Saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) sempat menjadi primadona di pasar saham sejak awal 2021 ini karena kenaikan yang fantastis. Namun, dalam beberapa perdagangan terakhir, harga saham DCII turun berturut-turut menyentuh level auto rejection bawah (ARB).
Perusahaan yang bergerak di bisnis pusat data ini melakukan penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO) pada 6 Januari 2021 dengan harga penawaran Rp 420 per saham. Harga sahamnya meroket 2.810% menjadi Rp 12.225 per saham pada 10 Februari 2021.
Kenaikan harga yang signifikan terus berlanjut. Pada 28 Mei 2021, harga saham ditutup Rp 11.475 per saham. Kemudian melonjak beberapa kali lipat menjadi Rp 59.000 per saham pada 16 Juni 2021.
Artinya, saham DCII naik hingga 47.525 poin atau sebesar 414% hanya dalam 12 hari perdagangan Bursa Efek Indonesia. Bila dibandingkan dengan harga IPO, maka kenaikan harga saham DCII mencapai 13.947% hanya dalam kurun waktu kurang dari enam bulan.
Kenaikan harga saham pada akhir Mei 2021 tersebut seiring penambahan porsi kepemilikan Bos Indofood Anthoni Salim pada saham DCII. Anthoni Salim membeli sebanyak 192,74 juta saham DCII pada 31 Mei 2021, sehingga memiliki 265,03 juta saham atau setara 11,12% di perusahaan bidang teknologi ini.
Kenaikan signifikan secara kumulatif membuat Bursa mengambil langkah menghentikan sementara perdagangan saham DCII mulai 17 Juni 2021. Setelah nyaris dua bulan digembok, Bursa akhirnya membuka kembali perdagangan saham DCII, tepatnya mulai 12 Agustus 2021.
Malang nasibnya, dalam enam hari perdagangan setelah gembok dibuka, harga saham DCII selalu ditutup turun 7% atau menyentuh batas auto rejection bawah. Pada penutupan perdagangan Jumat (20/8), saham DCII ditutup di harga Rp 38.225 per saham atau turun hingga 35,21% dibandingkan saat harga saham disuspensi.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, penurunan harga saham DCII enam hari berturut-turut ini karena pelaku pasar saham merealisasikan keuntungan atas kenaikan signifikan saham DCII. Keputusan melepas saham karena harga DCII tidak mencerminkan fundamentalnya.
"Penurunan harga jelas karena profit taking. Harga saham DCII sudah naik signifikan begitu," kata William kepada Katadata.co.id, Jumat (20/8).
Salah satu indikasi harga saham DCII masuk kategori mahal dengan melihat rasio harga dibandingkan nilai buku alias price to book value (PBV). Berdasarkan data RTI Infokom, PBV saham DCII mencapai 92,91 kali. Normalnya, PBV ada di level 1 kali, dimana semakin besar maka semakin mahal.
William mengatakan, ada banyak saham yang harganya tidak mencerminkan fundamentalnya. Selain saham-saham di sektor teknologi, saham bank digital juga termasuk karena banyak yang masih membukukan kerugian tapi harga sahamnya naik signifikan.
Kondisi ini sering terjadi khususnya jika memang sedang ada sentimen di sektor tertentu. "Aksi beli yang terjadi akan didasari oleh harapan dan bukan kenyataan dari kinerja emiten," kata William.
DCII mampu membukukan laba bersih senilai Rp 110,62 miliar sepanjang semester I-2021. Berdasarkan laporan keuangan, laba bersih tersebut mengalami peningkatan hingga 35% dibanding periode sama tahun lalu Rp 81,88 miliar.
Salah satu pendorong kenaikan laba bersih DCII pada enam bulan pertama tahun ini adalah pendapatan senilai Rp 375,23 miliar atau naik 3,68% dari Rp 361,92 miliar. Namun, perusahaan mampu menekan beban pokok pendapatan hingga 16,28% menjadi Rp 162,58 miliar saja dari Rp 194,18 miliar.
Alhasil, laba bruto DCII pada semester I 2021 senilai Rp 212,65 miliar, mampu tumbuh hingga 26,78% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, senilai Rp 167,74 miliar.